Jakarta, Gatra.com - Penjualan minuman, khususnya air minum dalam kemasan (AMDK) masih menunjukkan tren positif. Bahkan, pada pandemi Covid-19 ini, permintaan produk AMDK meningkat. Smester II 2020, industri makanan dan minuman (mamin) termasuk AMDK, diprediksi akan tetap tumbuh meski masih ada tekanan ekonomi sekitar 0,22%.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Edy Sutopo, dalam diskusi bertajuk "Menyelaraskan Keamanan Kemasan dengan Pelestarian Alam" secara virtual pada Selasa (15/9), memprediksi industri makan dan minuman (mamin) termasuk AMDK terhadap PDB industri pengolahan nonmigas tergolong tinggi, yaitu 39,51% di semester II-2020.
Sedangkan untuk ekspor produk AMDK, lanjut Edy, diprediksi mencapai US$7,49 juta dengan serapan investasi khusus untuk industri AMDK sebesar US$62 juta Penanaman Modal Asing (PMA) dan Rp1,82 triliun dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
"Market share dari industriAMDK selama ini cukup tinggi, mencapai 84%, minuman isotonik dan sari buah 12,4% dan minuman berkarbonasi sebesar 3,6%," ujarnya.
Menurut Edy, meski pangsa pasar produk AMDK ini tergolong besar, namun ada ancaman serius terhadap alam, khususnya persoalan sampah dari penggunaan botol plastik atau botol AMK.
Terlebih, lanjut Edy, kesadaran konsumen dalam membuang dan menangani sampah botol plastik atau AMDK masih sangat rendah. Masih banyak ditemukan saluran air dan sungai dipenuhi sampah plastik kemasan mamin.
Menurutnya, kondisi tersebut mengancam kelestarian lingkungan dan alam serta industri AMKD. Pasalnya, pencemaran ini akan mengganggu atau mencemari air baku yang digunakan AMDK. Ini bisa mengancam keamanan dan kesehatan masyarakat selaku konsumen.
"Masyarakat belum tinggi kesadarannya, masih banyak yang buang sampah di lingkungan. Jadi industri selaku produsen perlu tingkatkan R&D (research and development) untuk olah plastik lebih aman dan juga perlu ada tanggung jawab terhadap lingkungan," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN), Rachmat Hidayat, membenarkan bahwa sampah plastik kemasan untuk air minum yang digunakan berpotensi mengganggu keseimbangan lingkungan apabila tidak diolah dengan baik dan benar.
Menurutnya, anggota ASPADIN sudah menyatakan komitmen untuk membantu mengurangi sampah plastik dengan gerakan 3R, yaitu reduce, reuse, dan recycle. Dia juga memastikan penggunaan plastik untuk AMDK telah terstandardisasi dan aman untuk kesehatan.
Meski demikian, Rachmat tak menampik bahwa pihaknya kerap menemui berbagai hambatan di langan dalam mengenjot penjualan, menjaga kelestarian alam, dan penanganan sampah plastik. Persoalan ini muncul, salah satunya karena ketidkselarasan antara peraturan pemerintah pusat dan daerah dalam hal investasi pada sektor ini.
Akibatnya, dalam upaya mengembangkan bisnisAMDK kerap tidak bisa berjalan mulus. Menurutnya, banyak peraturan daerah yang kurang mendukung perkembangan industri ini. Padahal, pabrik pengolahanAMDK rata-rata berada di daerah karena dekat dengan bahan baku (sumber air).
"Tantangan kita adalah tidak sinkronnya regulasi antara pusat dan daerah, itu jadi penghambat investasi kita. Nah, yang bikin kita pusing juga kerap sekali galon kita dipakai oleh pihak-pihak yang tidak berhak," ungkapnya.