Jakarta, Gatra.com - Direktur Riset Polmark Indonesia, Eko Bambang Subiantoro, menjelaskan tentang kasus Makassar yang menimpa lembaganya. Semua itu bermula pada meme yang menurut dia membohongi publik. Celakanya, meme itu mencatut nama Polmark Indonesia dan menampilkan foto Eep Saefulloh Fatah, selaku CEO Polmark. Dalam meme yang memenangkan pasangan Appi-Rahman itu dijelaskan sebagai data Agustus 2020. "Padahal kami tidak melakukan survei pada bulan Agustus," kata Eko kepada Gatra.com di Jakarta, 15/09.
"Kami juga tidak membuat meme itu," tegasnya. Padahal, meme itu bertajuk "Elektabilitas Terkini Paslon Walikota Makassar 2020 Survei Polmark Indonesia". Karena itu pihak Polmark mengklarifikasi meme itu. Eko tidak menampik bahwa Polmark merupakan konsultan pasangan Appi-Rahman. Dan Polmark baru sekali membuat survei pada Juli 2020. "Survei simulasi tokoh-tokoh masyarakat untuk calon Walikota Makassar," katanya.
"Ada kesepakatan bahwa hasil survei tidak dipublis. Jika mau menggunakan itu untuk publikasi harus konsultasi ke kami sebagai konsultan," katanya. Tapi Eko menegaskan bahwa itu survei Juli 2020, bukan Agustus 2020 sebagaimana diklaim meme itu.
"Karena itu kami harus mengkonfirmasi bahwa itu bukan dari kami. Karena sebagai lembaga survei kami juga diaudit. Jika pada audit ternyata Polmark tidak melakukan survei pada Agustus 2020 padahal beredar data seperti itu maka kami bisa kena sanksi. Bisa dikeluarkan dari Asosiasi Lembaga Survei, bahkan bisa dicoret oleh KPU. Karena hal seperti itu bisa dianggap manipulasi," katanya.
Dengan kejadian ini Eko mengaku tidak khawatir dengan kredibilitas Polmark bakal terganggu. "Justru yang kami lakukan adalah menegakkan marwah lembaga survei. Itu tanggungjawab moral kami," tegasnya.
Tentang dokumen bayaran yang dibeber kemana-mana, Eko juga tidak khawatir. "Kami konsultan memang dibayar. Dan itu semua legal. Kami profesional," tegasnya.