Jakarta, Gatra.com - Penyidik Polda Metro Jaya tengah melengkapi petunjuk Jaksa terkait berkas penyidikan kasus impor besi baja siku berlabel Standar Nasional Indonesia (SNI) palsu dengan kualitas rendah yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,7 triliun. Berkas ini sebelumnya telah dikembalikan jaksa atau P-19 dengan sejumlah petunjuk, baik formil maupun material.
“Sudah dikirim pemberkasan dan dikembalikan oleh JPU ke penyidik. Sekarang sedang dilengkapi berkasnya,” kata Dir Krimum Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat di Jakarta, Selasa (15/9).
Namun, Tubagus enggan membeberkan kekurangan materi pada berkas kasus. Lantaran, berkas-berkas ini termasuk dalam materi penyelidikan yang belum bisa diungkapkan ke publik.
“Itu masuk materi penyelidikan, dalam rangka pemenuhan P-19 kami terus lengkapi. Jika sudah lengkap, berkas akan dinyatakan P-21 yang artinya tersangka kasus ini akan disidang,” tuturnya.
Sejauh ini, penyidik Polda Metro Jaya telah menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus impor besi baja siku berlabel SNI palsu ini. Polisi juga telah menyita 4.600 ton baja impor dari gudang milik PT Gunung Inti Sempurna (GIS).
Sejak Juni 2020, Polda Metro Jaya mulai melakukan penyelidikan berdasarkan surat penyelidikan nomor LP/ 659/ IV/YAN 2.5/2020/SPKT PMJ, 17 Juni 2020. Sebelumnya, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendesak Polri untuk segera menangkap pelaku utama pemalsuan label SNI yang berpotensi merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti menekankan, kasus ini harus menjadi perhatian penting pihak penyidik kepolisian.
“Karena kasus ini melibatkan komplotan, maka diharapkan penyidik dapat segera menangkap main perpetrator-nya (pelaku utama),” ujar Poengky.
Dalam kasus pemalsuan label SNI besi siku itu, penyidik memang telah mengamankan sejumlah tersangka, namun aktor atau pelaku utamanya masih belum ditangkap.
Sebelumnya beberapa kalangan juga mendesak agar pemerintah turun tangan guna menyelesaikan permasalahan baja impor berlogo SNI palsu. Pasalnya, praktek curang seperti itu mengganggu para pelaku usaha di sektor industri baja yang berupaya memenuhi kebutuhan dalam negeri.