Home Ekonomi Dilema Atasi Corona, Raja Yogya Bak Kusir Kereta Kuda

Dilema Atasi Corona, Raja Yogya Bak Kusir Kereta Kuda

Yogyakarta, Gatra.com - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sekaligus Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengibaratkan dirinya bak seorang kusir kereta kuda saat menghadapi dilema dalam mengatasi Covid-19.

“Layaknya kusir andong, saya seringkali dihadapkan pada dilema pilihan yang tidak mudah,” ujar dia dalam Rapat Koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) DIY di Sleman, DIY, Senin (14/9).

Menurut dia, banyak pihak yang mendikotomikan protokol kesehatan dengan upaya pemulihan ekonomi. “Seharusnya keduanya tidak saling menafikan, tapi saling melengkapi. Dengan cara mengatasi pandemi, seraya memulihkan ekonomi. Bukankah jika sakit, orang tidak bisa lagi produktif. Sebaliknya, jika ia sehat, tapi tidak bisa makan, ia pun akan jatuh sakit. Dilema, memang!’ seru dia.

Untuk itu, bak kusir dokar itu, Sultan memilih jalan tengah. “Hidup harmoni berdampingan dengan Covid-19, sambil mematuhi secara ketat disiplin yang menjadi syaratnya. Hidup mengisolasi diri terus-menerus akan berdampak buruk bagi ekonomi. Melonggarkan aturan, membuka peluang ekonomi, agar bergerak lagi,” tuturnya.

Ia memaparkan, DIY mengalami deflasi per Agustus 2020 sebesar 0,04 persen (month to month/mtm). Deflasi ini terjadi di tengah aktivitas ekonomi yang mulai bergerak, terutama industri pariwisata dan perdagangan ritel. Angka tersebut menjadikan laju inflasi secara akumulatif hingga Agustus 2020 sebesar 0,68 persen (year to date/ytd) atau 1,64 (year on year/yoy) secara tahunan.

“Meski realisasi inflasi DIY (yoy) lebih tinggi dari nasional, keduanya masih berada di bawah sasaran yang ditetapkan 3,0 persen plus-minus 1 persen (yoy). Diperkirakan inflasi DIY selama 2020 akan berada pada batas bawah titik tengah sasaran. Rendahnya inflasi ini menunjukkan tingkat konsumsi rendah,” kata dia.

Deflasi di DIY disebabkan oleh kelompok harga pangan bergejolak (volatile food), seperti daging ayam dan bawang merah, yang menurun karena stok di pasaran melimpah.

Adapun kelompok harga pangan yang diatur pemerintah (administered prices) dan kelompok inti mengalami inflasi (core inflation) terbatas, akibat tarif angkutan udara turun, termasuk karena peningkatan harga emas dan sepeda dampak tren gaya hidup.

Menurut Sultan, Bank Indonesia menargetkan tingkat inflasi di DIY pada rentang 3 persen plus-minus 1 persen. Angka ini favourable untuk pengusaha maupun konsumen. Upaya yang harus dilakukan dalam kondisi deflasi saat ini adalah terus mendorong peningkatan konsumsi pemerintah dan juga masyarakat.

"Oleh sebab itu, belanja APBD/ Danais perlu dipercepat, termasuk segera merealisasikan proyek-proyek besar, seperti pembayaran ganti tanah proyek jalan tol dan JJLS, perbaikan infrastuktur dan belanja lainnya," kata dia.

Sultan juga mengingatkan potensi krisis pangan akibat pandemi. Untuk itu, ia mencetuskan gagasan modernisasi “among tani” yakni mengoptimalkan sektor agraris dengan model agro-bisnis.

“Kolaborasi dan kemitraan UMKM-Agro dengan perusahaan besar dan lembaga pendukung publik dengan dukungan pemerintah daerah, berpotensi mengembangkan keunggulan lokal yang spesifik, dengan daya saing lebih besar, karena tergabung dalam klaster. Pilihan jenis usahanya adalah agro-bisnis, karena setiap orang akan berhemat dengan prioritas bertahan hidup,” tuturnya.

165