Home Ekonomi Gerbang Tani Minta Pemerintah Tunda Kenaikan Cukai Rokok

Gerbang Tani Minta Pemerintah Tunda Kenaikan Cukai Rokok

Jakarta, Gatra.com - Sekretaris Jenderal Gerakan Kebangkitan Petani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani), Billy Arie meminta pemerintah menunda kenaikan cukai rokok. Seharusnya, pemerintah fokus pada kebijakan bagi petani tembakau dan Industri Hasil Tembakau (IHT).
 
"Langkah menaikkan cukai secara serampangan akan mengakibatkan kehancuran bagi petani tembakau. Karena itu Gerbang Tani mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan ulang rencana kenaikan cukai rokok," kata Billy dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Senin (14/9).
 
Menurutnya, kenaikan cukai rokok ini akan berdampak siginifikan terhadap petani tembakau. Lantaran, akan mengurangi penyerapan serta mengancam keberlangsungan industri rokok kretek tangan.
 
Ia menegaskan, saat ini diperlukan adanya roadmap IHT yang melibatkan semua pemangku kepentingan. Sebelum roadmap IHT rampung, pemerintah jangan mengeluarkan kebijakan baru.
 
"Kenaikan cukai berdampak langsung ke petani tembakau. Faktor pemulihan ekonomi akibat Covid-19 perlu menjadi dasar kebijakan cukai. Pemerintah jangan membuat kebijakan cukai yang makin memperparah situasi industri," ungkapnya.
 
Billy menyebut, saat ini kondisi petani tembakau di Indonesia mengalami tiga tantangan utama. Yakni, menurunnya pendapatan, risiko iklim yang tidak bisa dihindari, dan kurangnya teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas.
 
"Kurangnya teknologi modern pada perkebunan tembakau yang biasanya berukuran kurang dari 2 hektare, berdampak pada sangat rendahnya level produktivitas di Indonesia," ujarnya.
 
Lebih lanjut Billy mengatakan, petani tembakau membutuhkan dukungan teknis. Kemampuan dan teknologi yang digunakan akan memberdayakan para petani untuk menanam tembakau yang dapat digunakan sebagai sumber energi yang dapat diperbaharui atau untuk mengekstraksi nikotin menjadi produk rokok elektrik, alih-alih untuk rokok konvensional.
 
Ketua Umum Gerbang Tani, Idham Arsyad juga mengatakan, Indonesia memproduksi 152.319 ton daun tembakau pada 2017. Bahkan menjadi produsen daun tembakau terbesar ke enam di dunia setelah China, Brasil, India, Amerika Serikat (AS), dan Zimbabwe pada 2019.
 
" Penggunaan teknologi yang sudah ketinggalan menghambat produktivitas industri perkebunan tembakau hingga berada jauh di bawah negara produsen daun tembakau lainnya," katanya.
 
Selain itu, lanjut Idham, kebijakan yang tidak terintegrasi antar departemen membuat petani terus berjuang untuk hidup dari tanaman yang membutuhkan pengerjaan intensif ini.
 
"Industri rokok di Indonesia adalah kontributor lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi, dan pendapatan pajak yang signifikan. Rokok adalah produk tembakau yang paling populer yang dicari oleh 1,1 miliar konsumen di seluruh dunia," tuturnya.
 
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah perokok bertambah dari 317 juta pada 2000 menjadi 364 juta orang pada 2015. Kondisi ini mengakibatkan bertambahnya permintaan daun tembakau dari wilayah tanam seperti Indonesia. Selama ini, produksi tembakau terkonsentrasi di Provinsi Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Jawa Tengah yang menghasilkan 174.600 ton atau 90% dari produksi nasional pada 2015. Sisa 10% diproduksi di 12 provinsi lainnya. Tiga provinsi utama menyediakan 182.200 hektare area perkebunan tembakau atau 89% dari total area tanam pada 2015.
 
Menurutnya, kebijakan di Indonesia tentang perkebunan tembakau dan industri rokok tidak terkoordinasi dengan baik. Pendapatan cukai dari produk tembakau mencapai Rp143,66 triliun atau setara dengan US $10,33 miliar pada 2019 dan merupakan 95,5% dari seluruh pendapatan cukai.
 
"Hal tersebut membuat rokok menjadi sumber pendapatan yang penting bagi pemerintah," katanya.
 
Terlebih, menurut laporan Kementerian Perindustrian ada 1,7 juta orang yang bekerja baik di sektor produksi daun tembakau maupun cengkih pada Maret 2019. Petani tembakau menerima dukungan dari pemerintah daerah yang menerima dana pembagian 2% dari pendapatan cukai hasil tembakau.
 
"Pemerintah pusat harus intervensi untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tembakau. Pemerintah harus mempromosikan program substitusi impor dalam Peta Jalan Tembakau 2019-2024 yang  mencakup target jangka pendek dan jangka panjang, strategi, dan langkah operasional untuk mencapai target-target tersebut," katanya.
223