Home Kesehatan Derita Warga Satu Kecamatan Diguyur Hujan Debu Batu Bara

Derita Warga Satu Kecamatan Diguyur Hujan Debu Batu Bara

Kendari, Gatra.com- Masyarakat Kecamatan Motui, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra) mengeluhkan debu batu bara yang mengancam kesehatan. Aktivitas bongkar muat batu bara pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) PT Obsidian Stainless Steel (OSS) menjadi biang keladi polusi udara di wilayah tersebut.

Jarak PLTU PT OSS dengan pelabuhan penyeberangan Desa Lambuluo hanya sekitar 200 meter. Partikel hitam dari batu bara ini menyebar hingga jarak 3 kilometer ke Desa Wawoluri.

Sedikitnya, warga 5 desa di Kecamatan Motui merasakan serbuan debu batu baru ini yakni Desa Wawoluri, Puuwonggia, Ranombopulu, Motui dan Lambuluo. Kepala Desa Motui, Baharudin, mengungkapkan debu hitam yang begitu perih mengenai mata ini mulai dirasa pada awal Agustus 2020. Debu menempel di lantai hingga di dinding rumah warga dan fasilitas pemerintahan. "Dampak batu bara ini memang sangat meresahkan warga," kata Baharuddin saat disambangi di kediamannya, Minggu (6/9).

Baharudin membeberkan, debu batu bara ini menyebabkan para ibu rumah tangga bekerja eksta membersihkan rumah. Jika sebelumya hanya 2 kali sehari membersihkan rumah, kini menjadi sampai 6 kali sehari. "Takutnya jangan sampai masuk di makanan, padahal ventilasi sudah ditutup dengan plastik. Tapi, debu tetap masuk juga dalam rumah," keluh pria berusia 39 tahun ini.

Baharudin mengaku, beberapa anak-anak sering mengalami batuk dan susah bernapas. Kendati demikian, ia tak bisa memastikan bahwa itu murni akibat batu bara. "Batu bara PT OSS ini tidak ditutup. Sehingga dampaknya dirasakan warga hampir semua desa di Kecamatan Motui," tandasnya.

Baharudin menambahkan, keluhan secara tertulis telah disampaikan ke pihak PT OSS atas nama Pemerintah Kecamatan Motui yang diteken 15 kepala desa. Hasil pertemuan, pihak PT OSS menyampaikan akan rutin menyiram batu bara untuk menghilangkan debu. "Solusi dari mereka (pihak PT OSS) katanya batu bara akan disiram dan pengangkutannya akan ditutup, sambil membangun belt conveyor," katanya.

Kepala Teknik Tambang (KTT) PT OSS, Roni Syukur, mengakui bila partikel hitam yang dirasakan warga bersal dari batu bara perusahaannya. Sebab, sejak dirasakan itu memang tak ada hujan dan tak ada penyiraman dari karyawan yang telah ditugaskan. "Ada miskomunikasi dari bagian penyiraman dengan orang lapangan. Debu batu bara itu dari stockpile kita. Jadi, saya sudah sampaikan (ke warga), perusahaan akan lebih memperhatikan masalah penyiraman.

Selain itu, sambung dia, nantinya akan ada belt conveyor dari pengangkutan ke PLTU. Kini, mekanisme pengangkutan batu bara menggunakan truk tertutup terpal.

Roni menegaskan, pembangunan belt conveyor sedang dalam proses. Dia mengakui, sedianya belt conveyor ini dibangun sejak awal, namun terkendala order dan pengiriman barang dari Cina maka pengerjaan terlambat.

Ditambahkan, pihaknya tidak bisa menunggu pembangunan fasilitas belt conveyor yang sedang berjalan. "Memang kami menggunakan manual dulu, tidak langsung matic. Karena pembangunan masih berjalan," kata Roni.

Lebih lanjut, Roni mengungkapkan, dalam aturan pengangkutan batu bara di PT OSS, hanya diwajibkan bak dump truk ditutup terpal. "Itu, kita sudah lakukan. Tapi lebih bagus lagi, kita pakai belt conveyor," pungkasnya.

606