Jakarta, Gatra.com - Di masa Pandemi Covid-19 saat ini, sebagian besar kegiatan masyarakat dilakukan secara virtual melalui platform-platform digital. Bahkan, berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), terjadi peningkatan pengguna akses internet yang cukup signifikan.
Di sisi lain, dengan meningkatnya pengguna akses internet ini, serangan siber juga ikut meningkat. Di tahun 2019 saja, tercatat sekitar 296 juta serangan siber yang terjadi di Indonesia.
Oleh karena itu, pemerintah melalui BSSN terus berupaya melakukan perlindungan terhadap para pengguna akses internet khususnya dalam perlindungan data pribadi. Lantaran, terkadang masyarakat masih awam terhadap pentingnya data yang diberikan pada suatu aplikasi digital yang digunakan.
Menurut Kasubdit Penanggulangan dan Pemulihan Infrastruktur Informasi E-Business BSSN, Lukman Nul Hakim, data pribadi ini meliputi segala hal yang merupakan identitas seseorang seperti nama, alamat, Nomor Induk Kependudukan (NIK), dan lainnya.
Biasanya, suatu aplikasi yang digunakan masyarakat melalui gadget-nya meminta akses terhadap data pengguna seperti akses menggunakan kamera, lokasi, dan lainnya. Bahkan, terdapat beberapa aplikasi yang meminta akses data kontak pengguna hingga NIK.
"Pertama adalah information collection. Orang-orang akan mencari hal ini melalui surveillance atau melalui interrogation. Surveillance itu contohnya, banyak pelaku ekonomi digital pasti minta nama, alamat, NIK dan seterusnya. Pertanyaannya apakah itu data privasi buat warga negara Indonesia? Tentu harus kita amankan," katanya di Gedung Gatra, Jakarta, Kamis (10/9).
Padahal, data yang diberikan pengguna kepada aplikasi-aplikasi itu belum tentu digunakan sebagaimana mestinya. Dikhawatirkan, adanya penyalahgunaan data pengguna yang bisa menimbulkan kerugian.
"Data itu juga tidak aman. Terdapat risiko secondary use, ini data-data yang dikoleksi oleh orang-orang yang bergerak di bidang ekonomi, kadang-kadang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan yang lain. Misalnya kita punya banyak data tentang penduduk Indonesia, tinggal gunakan salah satu nama saja untuk kepentingan kita pribadi, gak usah minta uang. Misal mau nginap di hotel mana, ya sudah pakai nama itu saja," jelasnya.
Selain itu, terdapat juga risiko blackmail atau penyebaran aib. Biasanya, hal ini terjadi pada pengguna aplikasi pinjaman uang online (Pinjol), misalnya aplikasi akan secara otomatis mengirimkan pesan pada daftar kontak milik pengguna untuk membuat pengguna melakukan pembayaran cicilan utangnya.
Selanjutnya, data yang diberikan pengguna terhadap satu aplikasi juga bisa digunakan untuk menyerang si pengguna itu sendiri. Misalnya melalui teror yang disampaikan dalam bentuk pesan singkat, hingga hal-hal buruk lain.
"Empat hal inilah yang perlu dilindungi oleh negara. Fungsi dan peran BSSN disitu, perlindungan data pribadi. Perlindungannya yaitu dengan sistem kriptografi, yaitu integritas availability-nya kita amankan disana," jelas Lukman.
Jadi, masyarakat harus berhati-hati dalam memberikan akses data terhadap aplikasi-aplikasi yang digunakan. Sehingga, kemungkinan penyalahgunaan data bisa diminimalisir dan keamanan data pribadi tetap terjaga.