Jakarta, Gatra.com – Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa 4 pejabat Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk mengungkap kasus duagaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang membelit sejumlah korporasi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenku) Kejagung, Hari Setiyono, di Jakarta, Rabu (9/9), menyapaikan, keempat pejabat Bursa Efek Indonesia tersebut di antaranya Kepala Divisi Penilaian Perusahaan I PT Bursa Efek Indonesia, Adi Pratomo.
Penyidik memeriksa Adi Pratomo sebagai saksi untuk tersangka korporasi PT Pinnacle Persada Investama. Selain Adi, penyidik juga memeriksa Kepala Divisi Penilaian Perusahaan II PT Bursa Efek Indonesia, Vera Frorida, juga untuk korporasi ini.
Selanjutnya, Kepala Pemeriksaan Transaksi Bursa Efek Indonesia, Endra Febri Setyawan sebagai saksi untuk tersangka PT Pospera Asset Management. Dia diperiksa bersama Intitutional Wquity Sales PT Trimegah Sekuritas Indonesia, Tbk, Meitawati Edianingsih.
Pejabat Bursa Efek Indonesia keempat yang dimintai keterangan, yakni Kepala Divisi Operasional Perdagangan BEI, Irvan Susandy. Dia saksi untuk tersangka korporasi PT Maybank Asset Management.
Sedangkan untuk tersangka korporasi PT Pan Arcadia Capital, penyidik memeriksa Kepala Satuan Pengawas Internal PT Asuransi Jiwasraya (persero) periode 2015-2019, Jasnovaria; dan Internal Audit PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Fadian Dwiantara; sebagai saksi.
Adapun saksi untuk tersangka PT Capital Asset Management, penyidik memeriksa Komisaris Utama PT Jasa Capital Asset Management, Bahrodji; dan Komisaris Utama PT Jasa Capital Asset Management, Nurachman.
"Saksi untuk tersangka korporasi PT MCM [Millenium Capital Management], R. Muh Omar Yusuf, Head of Compliance Mandiri Sekuritas. Saksi untuk tersangka korporasi PT GAP Capital, Erwin Budiman, Komisaris PT Ricobana Abadi," katanya.
Hari menjelaskan, ke-11 orang saksi di atas dimintai keterangan atau diperiksa oleh tim penyidik karena sebagai pengurus maupun sebagai karyawan perusahaan Manager Investasi, karyawan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ataupun Karyawan PT Bursa Efek Indonesia, keterangannya dianggap perlu.
Keterangan mereka diperlukan untuk mengungkap sejauhmana peran para saksi dalam menjalankan perusahaannya dan kaitannya dengan jual beli saham dari pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang terjadi di Bursa Efek Indonesia.
"Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan tentang pencegahan penularan Covid-19," ujarnya.
Dalam kasus ini, pada tahap pertama, Kejagung menetapkan 6 tersangka, yakni Direktur Utama (Dirut) PT Hansos International Tbk, Benny Tjokrosaputro (Bentjok), dan mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Harry Prasetyo (HP).
Kemudian, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat (HH); mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya, Hendrisman Rahim (HR); pensiunan PT Asuransi Jiwasraya, Syahmirwan (SYM), Direktur PT Maxima Integra, Joko Haryono Tirto (JHT).
Setelah itu, Kejagung menetapkan tersangka klaster kedua atau jilid dua, terdiri 13 korporasi atau perusahaan dan seorang pejabat OJK. Ke-13 korporasi juga ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencucian uang dalam kasus ini.
"Ketigabelas korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka adalah perusahaan management investasi yang diduga terlibat dalam proses jual beli saham PT Asuransi Jiwasraya," kata Hari, Kamis (25/6).
Adapun 13 korporasi tersebut yakni PT Dhanawibawa Manajemen Investasi atau PT Pan Arcadia Capital (DMI/PAC), PT OSO Manajemen Investasi (OMI), PT Pinnacle Persada Investama (PPI), PT Millenium Danatama Indonesia atau PTMillenium Capital Management (MDI/MCM).
Selanjutnya, PT Prospera Asset Management (PAM), PT MNC Asset Management (MNCAM), PT Maybank Asset Management (MAM), PT GAP Capital (GAPC), PT Jasa Capital Asset Management (JCAM), PT Pool Advista Asset Management (PAAA), PT Corfina Capital (CC), PT Treasure Fund Investama Indonesia (TFII), dan PT Sinarmas Asset Management (SAM).
Kejagung menerapkan sangkaan berlapis kepada ke-13 perusahaan atau korporasi tersebut. Sangkaan kesatu primair, yakni diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan untuk subsidairnya, diduga melanggar Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sangkaan keduanya, pertama; diduga melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP atau kedua, Pasa 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Adapun pejabat OJK yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yakni Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A periode Februari 2014 sampai dengan Februari 2017 yang kemudian diangkat sebagai Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II periode Februari 2017 sampai dengan sekarang, Fakhri Hilmi (FH).
"Pasal yang disangkakan kepada tersangka FH adalah primair; Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 56 KUHP. Susidair, Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 56 KUHP," katanya.