Jakarta, Gatra.com - Pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing menilai ada penggiringan wacana negatif di ruang publik terkait dengan pernyataan Ketua DPP PDIP, Puan Maharani belum lama ini.
Emrus mengatakan ada orang-orang yang tidak setuju lebih cenderung pendapatnya bernuansa politis dan pragmatis daripada substansi makna mendalam dari pernyataan Puan yang menyebut 'semoga Sumbar jadi pendukung negara Pancasila'.
"Jika kita simak dengan teori akal sehat saja, ungkapan Puan sedikitpun tidak menyebut apalagi menyinggung (perasaan) suku atau etnis tertentu yang ada di Sumbar," kata Emrus di Jakarta, Minggu (6/9).
"Diksi yang ada pada kalimat tersebut yaitu 'Sumbar' sebagai nama propinsi yaitu Sumatera Barat. Bukan suku atau etnis tertentu," imbuh Emrus.
Emrus mengatakan, Indonesia sebagai negara kesatuan harus dimaknai bahwa setiap propinsi milik kita bersama, bukan seolah milik satu etnis atau suku tertentu, sekalipun etnis tersebut lebih dulu datang dan tinggal di propinsi tersebut, dan boleh jadi lebih banyak jumlahnya.
Warga masyarakat Sumbar, menurut Emrus, dari segi etnis atau suku sangat heterogen. Semua suku dari seluruh Tanah Air sudah ada di Sumbar, atau setidaknya pernah tinggal di sana. Sehingga, Sumbar bukan suku atau etnis.
Karena itu, kata Emrus, jika ada sekelompok orang mengatasnamakan suku tertentu menolak pernyataan Puan atau berencana melaporkan ke proses hukum, tampaknya kurang pas dan bisa jadi belum melakukan pengkajian mendalam dan hilostik.
"Seharusnya wacana publik tertuju pada bagaimana perwujudan hak setiap individu sebagai WNI yang tinggal di Sumbar dan di semua propinsi di Indonesia dapat dijamin dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari," katanya.
Dikatakan bahwa konstitusi dalam UUD 1945, menggunakan kata 'setiap' warga negara, bukan menggunakan diksi 'kelompok' atas dasar kategori sosial tertentu, termasuk etnis.
“Artinya, setiap individu WNI memiliki hak dan kewajiban yang sama sekalipun dari suku atau etnis yang berbeda," ujarnya.