Asahan, Gatra.com - Komisi D DPRD Asahan memberi warning keras kepada PT Inti Palm Sumatera (PT IPS) untuk segera membuka penutupan tiga titik alur sungai yang diduga dilakukan perusahaan ini.
Ketua Komisi D DPRD Asahan, Irwansyah Siagian menegaskan, pihaknya memberi waktu lima hari. "Kalau tidak juga, kita akan gelar rapat dengan dinas teknis untuk meminta mengambil sikap tegas," ujarnya.
Dia mengatakan, dari hasil peninjauan ke lokasi, Kamis kemarin, sejumlah alur sungai diduga memang telah ditutup oleh perusahaan ini yang mengakibatkan banjir di dua desa di kecamatan Sei Kepayang, yakni desa Perbangunan dan Pertahanan.
Irwansyah mengatakan, dari hasil peninjauan, penutupan alur sungai dilakukan dengan melakukan pembetengan. "Ini mengakibatkan bukan saja rumah warga kebanjiran tapi mengakibatkan rusaknya areal pertanian," katanya
Didampingi tiga anggota Komisi D DPRD Asahan, Ilham Sarjana, Hitler Panjaitan, Triastuti Politisi Partai Demokrat ini mengungkapkan, Komisi D DPRD Asahan sebelumnya telah melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan warga dari dua desa tersebut serta sejumlah instansi terkait. Warga juga telah melaporkan persoalan ini ke Bupati Asahan, namun sampai saat ini tidak disikapi dengan tegas.
Makanya, ungkapnya, hasil RDP memutuskan untuk meninjau secara langsung ke lokasi. Dari hasil peninjauan, Komisi D DPRD Asahan telah melihat secara langsung jika memang benar telah terjadi penutupan alur sungai.
Irwansyah juga menyesalkan kinerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemkab Asahan. Dia menyebutkan, debat sengit antara Komisi D DPRD Asahan, dan warga dari dua desa sempat terjadi dan nyaris ricuh dengan pihakperusahaan. Perusahan ngotot dan mengklaim jika alur-alur sungai tersebut dibangun pihak perusahaan.
Debat sengit dipicu berawal dari penggunaan peta oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemkab Asahan yang menggunakan peta Google (google map) sebagai acuan.
"Inikah aneh masak peta Google yang dijadikan acuan. Seharusnya Bappeda menggunakan peta lokasi saat pengajuan izin lokasi HGU yang diajukan perusahaan ini ke Bupati Asahan oleh perusahaan ini," sebutnya.
Dia mengatakan, pemkab Asahan sebenarnya punya peta awal bagaimana kondisi kawasan tersebut sebenarnya sebelum dijadikan areal HGU perkebunan atas izin lokasi yang dikeluarkan oleh Bupati Asahan, almarhum Taufan Gama Simatupang. Karena saat pengajuan izin lokasi, perusahaan melampirkan peta otentik dari lokasi sebagai syarat pengajuan HGU. Tapi anehnya, Bappeda menggunakan peta Google sebagai acuan.
Menurutnya peta tersebut tidak memiliki kekuatan hukum, dan akhirnya konflik warga dengan perusahaan tidak bisa diselesaikan. "Ya kita sangat menyesalkan kinerja Bappeda. Kita kan aparatur pemerintah, kita turun ke lokasi untuk menyelesaikan konflik," tegasnya.