Jenewa, Gatra.com - Juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Margaret Harris mengatakan pada hari Jumat (4/9) bahwa pihaknya tidak mengharapkan vaksinasi meluas terhadap COVID-19 hingga pertengahan tahun depan, karena perlu menekankan pentingnya pemeriksaan ketat terhadap efektivitas dan keamanannya.
Apalagi belum ada satu pun dari calon vaksin dalam uji klinis lanjutan sejauh ini yang menunjukkan "sinyal jelas" tingkat kemanjuran pada setidaknya 50 persen yang diperoleh WHO.
"Kami tidak memperkirakan akan melihat vaksinasi meluas sampai pertengahan tahun depan," kata juru bicara Margaret Harris, kepada wartawan pada briefing di Jenewa.
Alasannya, “Pengujian tahap 3 ini harus memakan waktu lebih lama karena kita perlu melihat seberapa protektif vaksin itu dan kita juga perlu melihat seberapa aman vaksin itu.
Ia merujuk pada fase dalam penelitian vaksin di mana uji klinis besar-besaran di antara manusia telah dilakukan.
Harris tidak merujuk pada kandidat vaksin tertentu.
“Semua data dari uji coba harus dibagikan dan dibandingkan. Banyak orang telah divaksinasi dan apa yang kami tidak tahu adalah apakah vaksin itu bekerja ... pada tahap ini kami tidak memiliki ‘sinyal jelas’ apakah itu memiliki tingkat kemanjuran dan keamanan yang bermanfaat atau tidak," katanya.
Sebelumnya, Rusia mengklaim telah memberikan persetujuan penggunaan vaksin COVID-19 pada Agustus setelah kurang dari dua bulan melakukan pengujian terhadap manusia, meski beberapa ahli Barat mempertanyakan tingkat keamanan dan kemanjuran vaksin Rusia.
Pejabat kesehatan masyarakat AS dan Pfizer Inc mengatakan pada hari Kamis bahwa vaksin dapat saja siap untuk didistribusikan paling cepat akhir Oktober. Itu dilakukan menjelang pemilu AS pada 3 November, di mana pandemi kemungkinan akan menjadi faktor utama yang menjadi moment “para pemilih” untuk memutuskan apakah Presiden Donald Trump dapat memenangkan masa jabatan kedua atau tidak.
Aliansi vaksin WHO dan GAVI memimpin rencana alokasi vaksin global yang dikenal sebagai COVAX, yang bertujuan untuk membantu membeli dan mendistribusikan suntikan secara adil. Fokusnya adalah memvaksinasi orang-orang yang paling berisiko tinggi di setiap negara seperti petugas kesehatan.
COVAX bertujuan untuk mendapatkan dan mengirimkan 2 miliar dosis vaksin yang disetujui pada akhir 2021, namun beberapa negara telah mengamankan pasokan mereka sendiri melalui kesepakatan bilateral, termasuk Amerika Serikat, yang menyebut tidak akan bergabung.
"Pada dasarnya, pintunya terbuka. Kami terbuka. Yang dimaksud dengan COVAX adalah memastikan semua orang di planet ini akan mendapatkan akses ke vaksin," kata Harris, dikutip Reuters.