Karanganyar, Gatra.com - Gejolak pendistribusian pupuk subsidi ditengarai karena kurang merata sosialisasi kepada petani. Mereka yang tak mendapat pupuk subsidi, lantaran kartu taninya bermasalah. Sedangkan jatahnya yang berkurang karena alokasinya dipangkas.
Kepala Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Karanganyar, Siti Maesyaroch, memahami gejolak terkait pupuk subsidi di kalangan petani. Kebutuhan vital itu sekarang sulit dipenuhi maksimal oleh pemerintah. Sebab, alokasi pupuk subsidi ke petani hanya mampu dipenuhi 60% dari rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK).
"Dari Dirjen PSP Kementerian Pertanian memberi batasan penebusan pupuk subsidi hanya 60% dari RDKK. Artinya, dipotong 40%. Gejolak yang muncul karena hal ini kurang disosialisasi. Selain itu, semua penebusan dengan kartu tani dan aktif," katanya kepada Gatra.com pada Jumat (4/9).
Terkait banyaknya petani yang mengeluh tak bisa menebus pupuk subsidi, ia mengatakan, itu karena beberapa faktor. Pertama, belum mendaftar kartu tani. Solusinya dengan bergabung di kelompok tani dan mendaftarnya melalui mantri tani. Kedua, kartu tani yang dimiliki belum aktif atau terblokir. Cara mengatasinya dengan menghubungi kantor BRI terdekat.
Lebih lanjut Siti mengatakan, subsidi pupuk yang dikurangi bisa disiasati dengan membeli pupuk nonsubsidi atau menggantinya dengan pupuk organik.
"Kebutuhan urea se-Karanganyar 24 ribu ton. Tapi sesuai SK menteri, hanya dijatah 13 ribu ton. Per hektare kebutuhannya 250 kilogram, tapi yang diberi 60%-nya. Jika membeli nonsubsidi memang lebih mahal," katanya.
Ia menyarankan petani merealokasi RDKK supaya menyiasati pengurangan subsidi. Sebab di sebagian daerah, jatahnya justru melebihi kebutuhan riil. "Silakan petani berhitung lagi dengan kelompoknya."
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, petani di Karanganyar kesulitan memperoleh pupuk subsidi di awal masa tanam III tahun ini. Mereka terpaksa berburu pupuk sampai ke luar kota meski harganya mahal.