Jakarta, Gatra.com - Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Wamendes PDTT), Budi Arie Setiadi, mendukung perjuangan masyarakat petani tembakau yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menolak beragam upaya pemberlakukan simplifikasi penarikan cukai rokok di tahun 2021 mendatang.
Simplifikasi penarikan cukai dan upaya kenaikan cukai rokok di tahun 2021 mendatang akan menambah beban penderitaan masyarakat petani tembakau yang sebagian besar hidup di perdesaan. Padahal saat ini, akibat pandemi Covid-19, perekonomian masyarakat termasuk masyarakat petani tembakau di perdesaaan semakin terpuruk.
“Sebagian besar masyarakat petani tembakau hidup di daerah perdesaaan. Dengan demikian, apabila kebijakan simplifikasi penarikan cukai akan memberatkan petani tembakau, kami mendukung petani tembakau untuk berjuang menolak kebijakan simplifikasi cukai, termasuk kenaikan cukai rokok. Jika masyarakat petani tembakau sejahtera, tentu desa tempat perkebunan tembakau dan masyarakat sekitar, ekonominya akan maju dan sejahtera juga,” kata Budi dalam keterangan tertulis yang diterima pada Jumat (4/9).
Ia berjanji akan menyampaikan segala masukan, pandangan, dan keluhan masyarakat petani tembakau ini kepada Presiden Jokowi maupun Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Meskipun hal ini dianggap Budi merupakan permasalahan yang cukup rumit. Oleh karenanya, ia meminta APTI untuk bersinergi dengan asosiasi pabrik rokok, seperti GAPPRI dan GAPRINDO yang juga menyampaikan keberatannya.
“APTI harus berjuang bersama, maju dengan GAPPRI dan GAPRINDO ke DPR RI. Melobby DPR RI agar bisa menyampaikan pandangan masyarakat industri hasil tembakau ke pemerintah. Sampaikan ke DPR RI. Agar nanti, DPR RI juga ikut mengusulkan perubahan kebijakan, baik soal simplifikasi maupun kenaikan cukai rokok ke Menteri Keuangan. APTI jangan berjuang sendiri. Harus melibatkan organisasi industri rokok yang tergabung dalam GAPPRI, dan GAPRINDO,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua APTI Nusa Tenggara Barat, Sahmihudin, menyebut, upaya simplifikasi cukai akan mematikan perusahaan atau pabrik rokok menengah dan kecil di Tanah Air. Jika perusahaan rokok menengah dan kecil banyak berguguran, penjualan hasil pertanian masyarakat petani tembakau di Indonesia akan menyusut.
“Rencana simplifikasi penarikan cukai rokok itu hanya akan menguntungkan satu perusahaan rokok besar dan akan mematikan atau membunuh perusahaan-perusahaan rokok menengah dan kecil nasional. Karena pembayaran cukai perusahaan rokok kecil dipaksa masuk ke golongan yang lebih besar. Semula perusahaan rokok itu bayar cukai rokok di golongan IV, misalnya, kalau disimplifikasikan, menjadi tiga golongan. Dan ini bayar cukainya jadi lebih mahal,” kata Sahmihudin.
Ia menambahkan, hal ini juga bisa berdampak pada kerugian negara. Lantaran, akan banyak perusahaan rokok kelas menengah dan kecil berguguran, sehingga jumlah cukai rokok yang ditarik pemerintah juga menjadi kecil.
Bahkan, dikhawatirkan akan terjadi monopoli baik di bidang produksi maupun penjualan rokok oleh perusahaan besar. Pasar ditentukan oleh produsen rokok besar yang bertahan hingga harga tembakau petani juga bisa dipermainkan.
“Kami berharap pemerintah menolak desakan dari satu perusahaan rokok besar asing terutama dari Amerika yang meminta segera dilaksanakan simplifikasi penarikan cukai. Pemerintah harus melindungi kepentingan petani tembakau juga industri rokok nasional,” ujar Sahmihudin.
Ia juga menyebut, kebijakan pemerintah menaikan cukai rokok sebesar 23% yang dituangkan lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 152 Tahun 2019 dan mulai berlaku pada April 2020, dampaknya masih sangat dirasakan oleh petani tembakau. Penjualan tembakau dari para petani ke industri rokok menurun drastis di tahun 2020 ini lantaran industri rokok mengurangi pembelian.
“Kalau pemerintah memberlakukan simplifikasi penarikan cukai di tahun 2021, ditambah lagi dengan kembali menaikan cukai rokok, sudah dapat dibayangkan, pembelian tembakau dari para petani tembakau akan semakin menyusut. Jika pembelian tembakau kepada para petani menyusut, penderitaan petani akan semakin besar. Harga jual produk tembakau yang dihasilkan para petani menjadi lebih murah dibandingkan biaya produksinya. Petani tembakau tidak punya penghasilan lain selain berkebun tembakau,” kata Sahimudin.
Menurut dia, kenaikan cukai rokok dalam rangka mengurangi jumlah perokok sangat tidak tepat. Malahan, dengan tingginya tarif cukai rokok, para pecandu malah akan mencari alternatif lain yang lebih murah seperti rokok ilegal.
“Jika masyarakat mengonsumsi rokok illegal atau rokok murah yang tidak bercukai, pemerintah menjadi sulit mengontrol, berapa jumlah perokok aktif. Dengan demikian, jika ada yang bilang, kebijakan menaikkan cukai rokok atau melakukan simplifikasi penarikan cukai rokok adalah untuk mengurangi jumlah perokok tidak sepat atau salah sasaran,” ucapnya.