Jakarta, Gatra.com – Mantan Direktur Keuangan (Dirkeu) Jiwasraya Harry Prasetio mengaku heran jika PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengalami gagal bayar pada 2018 meski ketika itu kondisi keuangan perseroan sampai akhir 2017, masih sangat baik.
“Tidak boleh ada terjadi gagal bayar itu kalau tadi tanggung jawab semua ada di JS [Asuransi Jiwasraya]. JS harus bertanggung jawab kenapa gagal bayar. Itu aneh pak,” kata Harry saat bersaksi dalam dalam lanjutan persidangan dugaan korupsi kasus Jiwasraya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/9)
Menurutnya akhir tahun 2017 nilai aset perseroan mencapai Rp45 triliun dengan nominal kas mencapai Rp4 triliun. Tingkat solvabilitas atau risk based capital (RBC) bahkan mencapai 200 persen. Kondisi itu jauh berbeda dengan kinerja perseroan pada 2008 atau ketika Harry Prasetyo pertama kali bergabung dengan asuransi jiwa pelat merah tersebut.
Perseroan bahkan tak memiliki kas dan RBC minus ratusan persen. Seperti diketahui, batas minimum RBC perusahaan asuransi jiwa dan asuransi umum yang dipersyaratkan regulator adalah sebesar 120 persen.
Harry mengaku selama masuk jajaran direksi, Asuransi Jiwasraya tidak mengalami masalah investasi. Semua tata kelola atau governance perusahaan, sudah tertata dengan baik.
“Itu suatu prestasi bahwa kami menghidupkan kembali ‘mayat hidup’ yang sudah takkan mungkin kembali hidup. Kami di bawah prudential kalau boleh nyebut. Sudah nomor dua, tapi gagal bayar di bulan Oktober. Itu aneh pak. (Gagal bayar) bukan karena investasi, karena operasional. Lebih kepada operasional,” jelasnya.
Pada Januari 2018, Harry mengatakan bahwa laba perseroan berdasarkan laporan keuangan mencapai Rp2,4 triliun. Namun, laporan itu dikoreksi oleh PricewaterhouseCoopers (PwC), perusahaan jasa akuntan publik dan audit.
Karena itu, dia menilai seharusnya auditor tersebut juga dihadirkan dalam persidangan untuk mengetahui lebih jauh rentetan kasus tersebut.
“Saya juga menyayangkan kenapa saksi PricewaterhouseCoopers yang mengkoreksi angka cadangan ketika itu tidak dihadirkan dalam persidangan. Itu yang disayangkan. Karena itu bisa membuka yang sebenarnya atau tidak yang saya sampaikan ini, bahwa per posisi 2017. Dan mereka, PWC juga mengaudit buku 2016,” ungkapnya.