Jakarta, Gatra.com — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menolak permohonan perlindungan hukum yang diajukan oleh pengacara Djoko Soegiarto Tjandra (Djoker), Anita Kolopaking (AK).
Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo, dalam keterangan tertulis, Selasa (1/9), mengatakan, keputusan tersebut diambil melalui Rapat Paripurna Pimpinan (RPP) LPSK pada hari ini. Terdapat beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan LPSK dalam mengambil keputusan menolak permohonan tersangka AK.
LPSK berpendapat bahwa permohonan perlindungan yang diajukan AK, tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Menurut Hasto, status tersangka yang disandang oleh AK juga menjadi salah satu alasan yang melatarbelakangi keputusan dalam menolak permohonan, sehingga LPSK beranggapan tidak ada dasar untuk memberikan perlindungan kepadanya. Selain itu, masih terdapat informasi atau data lainnya yang tidak sepenuhnya disampaikan AK kepada LPSK.
Menrutnya, keputusan LPSK untuk menolak permohonan perlindungan AK sudah berdasarkan telaah atau analisa dengan informasi atau data yang dimiliki saat ini, serta berdasarakan koordinasi dengan berbagai pihak, hasilnya menunjukan bahwa permohonan perlindungan yang diajukan tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan.
"Sebelum keputusan diambil, LPSK juga telah berkoordinasi dengan berbagai pihak, khususnya Kepolisian dan Kejaksaan Agung," ujar Hasto.
Namun demikian, kata Hasto, LPSK mengeluarkan rekomendasi terkait penangan kasus Anita Kolopaking ini. Di antaranya adalah meminta Polri dan Kejaksaan Agung untuk profesional dan proporsional dalam menangani kasus terkait Djoko Tjandra. Kemudian, meminta penyidik Kepolisian dan Kejaksaan untuk mendorong perlindungan bagi Saksi dan Saksi Pelaku (JC) ke LPSK.
Sebab, menurut Hasto, pihaknya tidak menutup pintu bila ke depannya terdapat perkembangan-perkembangan dalam penanganan perkara yang terkait dengan skandal Joko Candra. Jika AK benar-benar memenuhi persyaratan diberikannya perlindungan, baik dalam statusnya sebagai saksi atau mungkin juga sebagai saksi pelaku atau Justice Collaborator (JC) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
”Sebelumnya kami telah memberikan gambaran kepada AK mengenai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap kasus dan pelaku lain yang memiliki kedudukan atau peran yang lebih besar," ujarnya.
Hasto berharap agar penegak hukum yang saat ini sedang bekerja keras menuntaskan perkara Djoko Tjandra untuk dapat bersinergi dalam pemberian perlindungan kepada saksi-saksi kunci agar dapat secara maksimal berkontribusi dalam pengungkapan perkara pidana. Menurutnya, kasus Djoko Tjandra nyata-nyata telah melibatkan berbagai pihak yang memiliki posisi di institusi penegak hukum.
"Tentunya diperlukan kebijakan yang bisa meyakinkan publik agar semua orang yang terlibat dan memberikan kesaksian bisa menyampaikannya secara bebas tanpa rasa takut akan adanya ancaman atau intimidasi," imbuh Hasto.
Masih kata Hasto, dalam praktik di berbagai negara, kasus-kasus yang memiliki dampak yang besar, biasanya para saks, termasuk justice collaborator akan diserahkan perlindungannya kepada institusi yang secara khusus bertugas untuk memberikan perlindungan saksi, sehingga kredibilitas kesaksiannya dapat dipertanggungjawaban tanpa adanya dugaan terjadi intervensi oleh institusi yang terseret dalam kasus tersebut.
"Dalam kerangka menjalankan tugas dan kewenangannya, LPSK tentunya siap bekerja sama dengan penegak hukum agar kasus-kasus yang terkait dengan kasus Djoko Tjandra dapat diungkap dengan tuntas," ujar Hasto.
Sebagai informasi, LPSK menerima surat permohonan perlindungan tertanggal 29 Juli 2020 dari Dr. Ir. Anita D.A. Kolopaking, S.H., M.H., FCBArb, pada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK mengacu status hukumnya sebagai saksi pada perkara yang menyeret Brigjen Pol. Prasetijo Utomo, S.I.K., M.Si. yang dijerat dengan Pasal 263 KUHP dan Pasal 426 KUHP dan/atau Pasal 221 KUHP oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. Belakangan, Bareskrim Polri menetapkan Anita Kolopaking sebagai tersangka pada 8 Agustus 2020.