Jakarta, Gatra.com- Ketua Badan Eksekutif Gerakan Ciliwung Bersih (GCB), Peni Susanti mengungkapkan bahwa perlu sosialisasi dan edukasi berkelanjutan kepada masyarakat dalam hal pengolahan sampah di sumbernya.
"Selama ini, masyarakat belum mampu melakukan pemilahan sampah di sumber," ujar Peni dalam dalam Webinar Menggerakan Masyarakat Indonesia Dalam Pengembangan Tempat Olahan Sampah Sumbernya (TOSS) dan Pemanfaatannya sebagai Bahan Baku Energi Kerakyatan di Jakarta, Selasa (1/9).
Bahkan, menurutnya tidak jarang, sampah dibuang ke sungai atau kali sehingga menimbulkan pencemaran terutama di sektor hilir. Keberadaan TPS-3R dan Bank Sampah juga belum optimal karena masyarakat belum mampu melakukan pemilahan sampah di sumber.
"Oleh karenanya, GCB memfasilitasi masyarakat dan seluruh stakeholders untuk bekerjasama dalam pelaksaanaan pengolahan sampah di sumber melalui TOSS yang digagas oleh Supriadi Legino dan Sonny Djatnika Sunda Djaja,” ungkap Peni.
Ini merupakan kolaborasi Gerakan Ciliwung Bersih dan perusahaan rintisan (startup company) comestoarra.com bekerjasama dengan PT PLN (Persero), PT Indonesia Power, PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Program pengolahan sampah bertajuk Safari TOSS “Journey to The East” (JTE) dilaksanakan terhitung mulai 01 – 20 September 2020.
Dalam rangkaian safari ini, GCB dan comestoarra akan melakukan liputan aktifitas, seminar, serta pelatihan dengan mengunjungi 15 lokasi implementasi TOSS di Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Kalimantan secara daring.
Sebagai informasi, TOSS merupakan metoda pengelolaan dan pengolahan sampah di sumber berbasis komunitas dimana merubah paradigma pemilahan di awal menjadi pemilahan setelah proses pengolahan sampah berlangsung. Melalui metoda peuyeumisasi (biodrying), bau tak sedap dari sampah akan hilang dan mengering dalam waktu 3-7 hari (tergantung material sampah).
Menurut penggagas TOSS dan juga Komisaris Utama comestoarra.com, Supriadi Legino, perubahan paradigma pemilahan sampah tersebut dilakukan dimana seluruh sampah dimasukkan ke dalam box bambu berukuran 2 x 1,25 x 1,25 m3 yang mampu menampung sampah 500 kg – 1 ton sampah.
Setelah sampah tidak bau dan sudah mengering, maka akan mudah bagi petugas sampah untuk memilah sampah organik, biomassa, plastik (PVC dan Non PVC), serta residu.
“Konsep gotong royong sangat menunjang keberhasilan pengolahan sampah di sumber. Dari kajian sosiologi dan psikologi, masyarakat Indonesia membutuhkan teknologi yang sederhana namun sarat akan nilai-nilai budaya,” papar Supriadi.
Supriadi menambahkan bahwa TOSS dengan metoda peuyeumisasi (Biodrying) adalah suatu konsep yang terinspirasi dari alam. Pemilihan material bambu yang identik dengan masyarakat Indonesia, ukuran box peuyeum yang agronomis, serta penggunaan bioaktivator yang memanfaatkan bakteri untuk mengolah sampah merupakan suatu proses yang terinspirasi dari alam.
Selain berupaya untuk melakukan sosialisasi dan edukasi melalui media daring, Safari TOSS juga merupakan langkah untuk dapat memanfaatkan sampah yang telah diolah menjadi bahan baku padat (RDF).
Ini untuk mendukung program co-firing pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap sesuai dengan peraturan direksi PT PLN (Persero) Nomor 001.P/DIR/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Co-firing Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara dengan Bahan Bakar Biomassa. Serta target 100% rasio elektrifikasi serta capaian target 23% Energi Baru Terbarukan pada 2025 yang dicanangkan oleh kementerian ESDM.
Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang mengapresiasi program ini. “Pengelolaan sampah menjadi sumber bahan baku energi ini memiliki nilai yang secara langsung juga mendorong terbangunnya ekonomi sirkular," ungkapnya.
Menurut dia, kepedulian berbagai pihak dalam mendukung pengembangan dan penerapan TOSS dengan Metode Peyeumisasinya ini sejalan dengan semangat ESR (Extended Shareholder Responsibility). Sehingga diharapkan akan mampu memberikan dampak positif yang lebih besar dalam upaya mengurangi sampah yang belakangan ini kian menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat secara luas.