Home Ekonomi Mengenal Usaha Lemang Dewi Selayo

Mengenal Usaha Lemang Dewi Selayo

Solok, Gatra.com- Bermacam usaha ditekuni masyarakat untuk bertahan dalam masa pandemi Corona. Masyarakat diharapkan untuk lebih kreatif dalam mencari alternatif usaha agar bisa keluar dari himpitan ekonomi. 

Kisah Tanti Dewi (41) dalam mengembangkan usaha lemang Dewi Selayobisa menjadi inspirasi. Saat masa Pandemi ini, usahanya masih mampu menembus pasar nasional. Padahal, awal mulanya ia memilih usaha ini sebagai alternatif agar bisa keluar dari himpitan ekonomi, karena sang suami tidak lagi memiliki pekerjaan terdampak "Si Virus Corona".

Warga Katapiang, Jorong Batu Palano, Nagari Selayo, Kabupaten Solok ini menyebut awal mulanya melakoni usaha membuat lemang ketika usai lebaran 1441 Hijriah atau tahun 2020 ini. Saat itu, dirinya tengah buka-buka media sosial Facebook. Muncul dalam beranda kenangannya, postingan lemang tahun lalu.

"Saat itu, saya bagikan kembali postingan soal lemang di Facebook, dan ternyata ada yang minat, pesanan awal pada waktu itu sekitar 10 batang dan saya buatkan sesuai pesanan," ungkap ibu empat anak ini kepada Gatra.com, Sabtu (29/7).

Sejak saat itu, Dewi berpikir serius untuk fokus usaha lemang, apalagi masa-masa sulit itu, dirinya dan suami sedang tidak ada pekerjaan. Sementara mereka harus menghidupi empat anak dan orang tua.

Dari pesanan pertama yang dibuatkan Dewi, pelanggan tersebut merasa puas dan memesan lagi, sampai 15 batang hingga 25 batang. Lemang buatannya mulai diketahui oleh masyarakat hingga ke perantauan. "Sejak saat itu, saya putuskan untuk fokus usaha membuat lemang, memang kalau dipikir-pikir, membuat lemang cukup sulit tapi karena desakan hidup dan dijalani dengan ikhlas, terasa ringan," ungkapnya.

Beragam jenis lemang dibuat oleh Dewi bersama suami dan anak di kediamannya di Nagari Selayo. Mulai dari lemang beras pulut (ketan) hitam, Beras pulut putih, lemang Ubi, lemang Pisang dan lemang tapai. Untuk membuat lemang, butuh waktu pengerjaan yang tidak gampang serta waktu yang cukup lama. Diawali dengan menebang buluh atau bambu (talang) yang dibeli kepada masyarakat sekitar. Kemudian mencari daun pisang dan proses lainnya.

"Kalau dari awal proses pembuatan sampai matang, butuh waktu sekitar 6-7 jam, dan tidak bisa ditinggal begitu saja, harus dijaga api dan di putar agar matangnya merata dan tidak hangus," terangnya.

Untuk harga jual, lemang beras pulut hitam dan putih dijual 65 ribu rupiah per batang, lemang beras pulut campur pisang 60 ribu rupiah per batang dan lemang ubi jalar 50 ribu per batang. Dalam mempromosikan lemangnya, ia lebih memilih Manfaatkan Media Sosial Untuk Berjualan.

Ia menceritakan, sejak adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar, itulah membuat istri dari Roni tersebut berinisiatif untuk mempromosikan produknya secara online. Salah satunya melalui Facebook. "Saya posting ke group-group Facebook, dan juga beranda sendiri dengan menandai teman lainnya, Facebook sangat membantu saya untuk memasarkan lemang buatan saya," jelas anggota RAPI Kabupaten Solok itu.

Hingga kini, pesanan lemang buatan Dewi tidak saja berasal dari daerah kabupaten dan kota Solok saja, namun sudah merambah pasar nasional. Pesanan datang dari Jakarta, Jambi, dan Pekanbaru hingga Padang.

Permintaan lemang buatan Dewi terus meningkat dari waktu ke waktu, mulanya hanya 10 batang, sekarang sudah sekitar 25 hingga 30 batang per minggu atau lebih 100 batang per bulan. "Banyak juga pesanan yang datang dari daerah jauh, tapi kita masih ragu karena takutnya terlambat saat pengiriman, bisa basi, makanya kita pilih yang dekat dan cepat saja dulu," terangnya.

Saat ini, Dewi masih sedikit terkendala dengan daya tahan lemang yang memang cukup singkat, hanya sekitar 3 hari, terutama lemang beras pulut campur pisang dan ubi. Makanya Dewi memastikan pengiriman bisa secepat mungkin.

Sebagai panganan khas Minang, memang lemang cukup susah ditemui dan biasanya hanya dimasak pada hari-hari besar seperti lebaran, hajatan atau acara adat lainnya. Biasanya, perantau Minang suka lemang untuk melepas rindu terhadap kampung halaman. "Selain itu, saya juga senang membuat lemang karena ikut merawat atau melestarikan panganan khas daerah Minangkabau," tutupnya.

580