Indragiri Hulu, Gatra.com - Terbukti ikut politik praktis, Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkab Indragiri Hulu (Inhu) diberikan sanksi. Namun, hanya satu dari dua oknum saja yang menerima sanksi etik yang diberikan oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Adapun dua ASN yang melanggar netralitas pada masa pencalonan bupati dan wakil bupati di Pilkada 2020 yakni Junaidi Rachmat yang saat ini menjabat Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Mahendra salah satu pejabat di ruang lingkup Pemkab Inhu.
Untuk Mahendra sendiri Pemkab Inhu sudah menjalankan sanksi yang diterapkan KASN yakni sanksi tertulis dan sanksi moral sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Untuk Mahendra kita sudah menjalankan sanksi sesuai dengan surat yang kita terima dari KASN," ungkap Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Inhu Hendrizal saat dikonfirmasi, Sabtu (29/8).
Jika Mahendra sendiri sudah mendapatkan sanksi yang diberikan oleh KASN, maka berbeda ceritanya dengan Junaidi Rachmat yang hingga saat ini belum menerima sanksi.
Hendrizal berdalih Pemkab Inhu tidak menjalankan sanksi yang diterapkan oleh KASN dikarenakan pengusulan pensiun Junaidi Rachmat telah lebih dulu disetujui oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Pengusulan pensiun beliau (Junaidi Rachmat) terlebih dahulu sudah di setujui oleh BKN jauh sebelum surat KASN kita terima," kata Sekda.
Sebelumnya ketidak netralitasan dua ASN ini diketahui berawal dari hasil penyelidikan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Inhu. Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Inhu, Rony Fitrian mengatakan dua ASN tadi dinilai melanggar PP 42/2004, surat edaran Mentri Pemberdayaan Aparatur Negara Reformasi dan Birokrasi (Menpan RB) hingga UU ASN.
"Hasil penyelidikan kita dua ASN tersebut sudah kita laporkan ke Komisi ASN perihal kode etik dan politik praktis menjelang pilkada desember mendatang," kata Rony.
Mahendra dinilai melanggar etik ASN oleh Bawaslu Inhu lantaran diduga kuat tidak menunjukkan sikap netralitas sebagai ASN. Ia diduga berpihak kepada salah seorang bakal calon kepala daerah dengan mengunggah status di akun Facebook miliknya.
"Selain mengunggah status Facebook atas keberpihakan kepada salah satu calon, beliau juga mengkomentari salah satu postingan foto di halaman Facebook lainnya sehingga menimbulkan keberpihakan," ucapnya.
Ketika Bawaslu meminta keterangan, Mahendra beralasan perbuatan itu dilakukan secara spontan. Namun, Bawaslu punya pertimbangan lain. "Postingan yang dilakukan itu diduga kuat direncanakan terlebih dahulu," ungkap Rony.
Pelanggaran etik yang dilakukan Junaidi Rahmat dinilai cukup fatal dan terang-terangan. Pasalnya, dia merupakan ASN yang juga mencalonkan diri pada pilkada mendatang. Ia diketahui akan maju sebagai wakil kepala daerah padahal hingga saat ini diketahui belum melampirkan proses pengunduran dirinya sebagai ASN.
Lebih lanjut, Rony menyampaikan, untuk pelanggaran yang dilakukan oleh Junaidi yakni usai dirinya menerima SK bakal calon kepala daerah dari Ketum Golkar beberapa waktu lalu namun masih dengan status ASN aktif. Hal ini juga dibuktikan dengan adanya beberapa berita yang terbit di media massa.
"Artinya ada upaya pendekatan pada upaya partai politik yang dilakukan oleh Junaidi," ungkapnya.
Diketahui, Bawaslu Inhu sendiri sudah beberapa kali mencoba untuk memanggil Junaidi Rahmat untuk melakukan klarifikasi perihal status ASN dan bakal calon kepala daerah. Hanya saja, Junaidi mangkir dengan alasan sedang melakukan pekerjaan dinas langkah itu justru menguatakan bawaslu Inhu bahwa Junaidi masih berstatus ASN aktif.
"Kita panggil dia dan berdalih sedang melakukan dinas secara tertulis. Artinya beliau masih mengakui bahwa ia masih berstatus ASN aktif," ujarnya.