Banyumas, Gatra.com – Ratusan petani di Dusun Cikuya, Desa Bantarsari, Kecamatan Wanareja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah mengajukan reforma agraria atas lahan seluas 72 hektare di wilayah tersebut. Sebelumnya, mereka terusir dari lahan tersebut setelah peristiwa 1965.
Ketua Kelompok Cinta Tani Cikuya, Karsiman mengatakan leluhur mereka mendiami kawasan tersebut sejak Indonesia belum merdeka. Kemudian, tanah tersebut diwariskan kepada anak-anaknya hingga kemudian terjadi geger 1965.
Saat itu, puluhan orang di Cikuya ditangkap dan dipenjara. Mereka dituduh sebagai anggota atau simpatisan PKI dan underbouwnya. Tanpa bisa melawan, puluhan keluarga tersebut diusir. Tanah itu kemudian dikuasai oleh perkebunan negara.
“Orangtua kami sudah mengolah lahan ini dari semak belukar, hutan, menjadi perkampungan dan ladang. Tapi kami diusir setelah terjadi pemberontakan PKI,” katanya.
Menurut Karsiman, semenjak era reformasi warga kembali mengolah lahan tersebut. Pasalnya, meski sejak 1965 sudah dikuasai oleh perkebunan negara, namun, tanah tersebut tidak pernah produktif. Seringkali, tanaman perkebunan gagal panen karena kurang perawatan. “Mulai tahun 2000 kami sudah kembali mengolah lahan. Kemudian, sejak tahun 2005 kami mengajukan reforma agraria,” ujarnya.
Baru-baru ini, petani juga kembali mengajukan lahan seluas 72 hektare itu sebagai tanah objek reforma agraria (TORA) dengan penyelesaian sengketa lahan seperti yang diatur dalam Perpres Nomor 86 Tahun 2010. Dokumen sudah dikirimkan kepada Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Cilacap, dan selanjutnyaoleh GTRA dikirimkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Kami berharap agar tanah tersebut jelas kepemilikannya. Agar nanti bisa menjadi tumpuan harapan anak cucu kami,” ujarnya.
Dia juga menjelaskan, tanah tersebut diajukan sesuai dengan jumlah kepala keluarga yang merupakan anak keturunan pemilik lahan sebelumnya. Kini, jumlahnya mencapai 270 kepala keluarga.