Home Ekonomi Korban Tragedi 1965, Puluhan Keluarga Numpang di Tanah Orang

Korban Tragedi 1965, Puluhan Keluarga Numpang di Tanah Orang

Cilacap, Gatra.com – Sebanyak 32 keluarga di Dusun Cikuya, Desa Bantarsari, Kecamatan Wanareja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah masih tinggal dengan cara menumpang di tanah milik tetangganya. Mereka kehilangan tanah usai pasca peristiwa 1965.

Ketua Kelompok Cinta Tani Cikuya, Karsiman mengatakan tanah mereka merupakan korban atau keturunan korban perampasan dan pengusiran tanah di tanah Cikuya, seluas 72 hektare. Saat itu, mereka diusir dari tanahnya lantaran dituduh terlibat PKI atau underbouwnya. Sejak saat itu, mereka mengungsi dan kini mendirikan rumah di tanah milik tetangga atau saudaranya.

“Termasuk saya, keluarga saya diusir. Tapi kemudian bapak saya prihatin. Beli tanah 50 ubin dan sekarang ditinggali,” katanya.

Menurut Karsiman, lantaran didirikan bukan di tanah sendiri, rumah mereka yang rusak pun tak bisa memperoleh program bantuan pemerintah, misalnya program bedah rumah. Padahal, seluruhnya adalah rumah sederhana yang terbuat dari anyaman bambu.

"Sebanyak 32 keluarga, karena saya memegang datanya itu. Kalau ada bantuan-bantuan itu kan mereka tidak bisa mengajukan karena tidak memiliki SPPT (surat pajak tanah) atau tidak bisa meminjam SPPT orang-orang itu,” jelasnya.

Akibat kehilangan tanah garapan, sebagian warga Dusun Cikuya yang kini berjumlah 250-an kepala keluarga pun hidup dengan kondisi miskin. Pasalnya, tanah garapan adalah tumpuan harapan.

“Jadi sampai sekarang ya rumahnya masih kayak gubuk, kaya gini (gubuk bambu). Ya awalnya dia domisili di Cikuya. Tapi karena Cikuya itu dirampas oleh perkebunan, diusir paksa, dintimidasi dan sebagainya, dia menumpang,” ujarnya.

Karisman mengatakan saat itu nyaris semua warga buta huruf. Karenanya, jika pun terlibat organisasi, mereka hanya ikut-ikutan saja. Namun, dalam operasi pembersihan usai peristiwa 1965, puluhan pria dewasa Cikuya ditangkap dan dipenjarakan.

Sementara, rumah mereka dibakar. Belakangan, tanah mereka dirampas dan kemudian dikelola oleh perusahaan perkebunan negara. Namun, sejak awal 2.000-an lalu, warga sudah mulai menggarap lahan tersebut.

602