Home Politik Buruh di Sumut Sebut RUU Omnibus Law Sebagai RUU Perbudakan

Buruh di Sumut Sebut RUU Omnibus Law Sebagai RUU Perbudakan

Medan, Gatra.com - Ratusan buruh di Sumatera Utara (Sumut) menggelar aksi menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja. Penolakan dilakukan karena RUU Cipta Kerja dinilai lebih identik pada undang-undang perbudakan. Aksi tersebut digelar di Kantor DPRD Sumut, Selasa (25/8).
 
Massa buruh dari FSPMI, KSPI dan SBMI Merdeka mendatangi kantor legislatif pada pukul 12:30 wib. Massa datang dengan membawa sejumlah poster dan spanduk berisikan penolakan terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Pimpinan aksi, Toni Erikson Silalahi, demonstran yang terlibat menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja merupakan pekerja buruh dari Medan itu Belawan, Mabar, Namorambe, Tanjung Morawa, Patumbak dan Serdang Bedagai. 
 
"Hari ini kami turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi, kami menolak rancangan undang undang perbudakan omnibus law cipta kerja. Adapun alasan kami menolak omnibus cipta kerja, itu karena omnibus cipta kerja tidak ada kepastian terhadap jaminan kerja. Tidak ada kepastian jaminan terhadap upah, juga tidak ada kepastian terhadap jaminan sosial," katanya. 
 
Toni Erikson Silalahi mengatakan ada sejumlah alasan untuk menolak RUU perbudakan omnibus law cipta kerja. Karena RUU Omnibus law cipta kerja akan menghilangkan upah minimum dan upah minimum sektor. Selain itu, akan diberlakukan upah perjam, sistem kerja outsourcing akan dibebaskan sebebas-bebasnya. Dan sistem kerja kontrak akan diberlakukan seumur hidup. 
 
Lalu pasal pidana bagi pengusaha akan dihapuskan. Tidak ada jaminan kepastian atas jaminan sosial. "Sementara tenaga kerja asing, itu akan bebas masuk ke Indonesia. Itulah alasan kami kenapa kami menolak RUU cipta kerja," katanya. 
205