Menyukseskan Transportasi Laut Lewat Pemahaman UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Bagian I)
Oleh : Laksda TNI (Purn.) Soleman B. Ponto*
Indonesia sebagai negara kepulauan terdiri dari 80 % wilayah laut dan 20 % wilayah darat. Dengan luas wilayah laut yang sedemikian besarnya, maka transportasi laut menjadi sangat penting. Hasil dari investasi Kementerian Maritim dan Investasi pun hanya bisa dibawa ke luar negeri dengan menggunakan transportasi laut.
Transportasi laut itu dilakukan dengan menggunakan kapal yang berlayar dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya dengan membawa barang dagangan dan orang. Tibanya kapal pada pelabuhan tujuan sangat tergantung pada keselamatan dan keamanan kapal itu selama di laut. Salah satu faktor yang memengaruhi keselamatan dan keamanan kapal selama di laut adalah penegakan hukum di laut.
Menyadari akan pentingnya penegakan hukum di laut, pemerintah Indonesia berupaya keras untuk menyelesaikan carut-marut dalam penegakan hukum di laut itu. Salah satu upaya pemerintah yaitu menerbitkan Undang-Undang nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan, yang salah satu bab nya mengatur Pembentukan Bakamla. Bab ini perlu mendapat perhatian kita bersama karena selain mengatur pembentukan Bakamla, juga merupakan dasar pembelian kapal, serta pembelian senjata untuk melengkapi kapal-kapalnya, dan juga kewenangan Bakamla untuk melaksanakan penegakan hukum di laut.
Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan Keselamatan di Laut
Untuk itu mari kita bahas apa bunyi setiap pasal yang berhubungan dengan Bakamla. Ada pasal 58 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan, bunyinya berikut:
(1) Untuk mengelola kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara di wilayah Laut, dibentuk sistem pertahanan laut.
(2) Sistem pertahanan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.
(3) Sistem pertahanan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat 1 dan ayat 2 pasal 58 Undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang kelautan ini memerintahkan untuk membentuk Sistem Pertahanan laut. Sistem Pertahanan laut itu diselenggarakan oleh Kemhan dan TNI. Artinya Kemhan dan TNI diperintahkan oleh UU 34/2014 untuk membentuk sistem Pertahanan Laut.
Nah di sini timbul permasalahan yaitu Kemhan dalam menyelenggarakan Pertahanan Negara tunduk pada UU 3/2002 tentang Pertahanan Negara, sedangkan TNI tunduk pada UU 34/2004 tentang TNI. Jadi ayat 1 dan 2 pasal 58 UU 32/2014 tentang Kelautan ini bertentangan dengan UU 3/2002 tentang Pertahanan Negara dan UU 34/2004 tentang TNI.
Menurut Ayat 3 pasal 58 UU 32 tahun 2014 tentang Kelautan ini bahwa Sistem Pertahanan laut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Artinya Sistem Pertahanan laut yang dibentuk berdasarkan UU 32/1014 ini akan dilaksanakan oleh Undang-Undang yang lain, bukan oleh UU 32/2014 tentang Kelautan. Pertanyaannya adalah UU mana yang mengatur tentang Pertahanan Laut ? Tidak ada satupun UU RI yang mengatur Pertahanan Laut. Dengan demikian pasal 58 ini tidak ada maknanya sama sekali, sehingga untuk apa ditulis karena tidak bisa dioperasionalkan.
Sebagai pembanding mari kita lihat UU 17/2008 tentang Pelayaran. Hal yang bersangkutan dengan Pertahanan dan Keamanan Negara dijelaskan pada penjelasan yang berbunyi : “Atas dasar hal tersebut di atas, maka disusunlah Undang-Undang tentang Pelayaran yang merupakan penyempurnan dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992, sehingga penyelenggaraan pelayaran sebagai sebuah sistem dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat, bangsa dan negara, memupuk dan mengembangkan jiwa kebaharian, dengan mengutamakan kepentingan umum, dan kelestarian lingkungan, koordinasi antara pusat dan daerah, serta pertahanan keamanan negara”.
Dari penjelasan ini sangat terlihat bahwa UU 17/2008 tentang Pelayaran dapat dimanfaatkan bagi pertahanan dan keamanan negara. Artinya kepentingan pertahanan dan keamanan negara semua yang diatur dalam UU 17/2008 dapat dimanfaatkan atau dapat digunakan Misalkan pelabuhan dapat dimanfaatkan untuk pangkalan militer. Kapal-kapal niaga dapat dimobilisasikan menjadi komponen cadangan untuk membantu komponen utama yaitu TNI AL. Demikian pula Kapal-kapal dan personel Penjaga Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard) dapat disiapkan untuk menjadi komponen cadangan TNI AL.
Jadi sangat terlihat perbedaan antara UU 17/2008 tentang Pelayaran dan UU 32/2014 tentang Kelautan. UU 17/2008 tentang Pelayaran dapat dimanfaatkan untuk memperkuat Pertahanan dan Keamanan negara, sehingga sejalan dengan UU 3/2002 tentang Pertahanan Negara dan UU 34/2004 tentang TNI, sedangkan UU 32/2014 tentang Kelautan tidak bisa dimanfaatkan untuk memperkuat Pertahanan dan Keamanan negara karena tidak jelas apa yang diatur, bahkan bertentangan dengan UU 3/2002 tentang Pertahanan dan UU 34/2004 tentang TNI.
Perhatikan ayat (1) Pasal 59 UU 32 tahun 2014 tentang Kelautan berbunyi: "Penegakan kedaulatan dan hukum di perairan Indonesia, dasar laut, dan tanah di bawahnya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta sanksi atas pelanggarannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional"?
Artinya penegakan kedaulatan dan hukum di perairan Indonesia, dasar laut, dan tanah di bawahnya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta sanksi atas pelanggarannya, tidak dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tentang Kelautan, tapi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional. Akibatnya Bakamla tidak bisa melakukan Penegakan Kedaulatan dan Penegakan Hukum. Lalu, untuk apa ayat (1) UU 32 tahun 2014 dibuat ? Tidak jelas?.
Lalu ayat (2) Pasal 59 UU 32 tahun 2014 tentang Kelautan berbunyi: "Yurisdiksi dalam penegakan kedaulatan dan hukum terhadap kapal asing yang sedang melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan hukum internasional".
Artinya Penegakan kedaulatan dan hukum hukum terhadap kapal asing yang sedang melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia tidak dilakukan berdasarkan UU 32 tahun 2014 tentang Kelautan, tapi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional. Lalu, untuk apa ayat (2) UU 32 tahun 2014 dibuat? Tidak jelas?.
Ayat (3) Pasal 59 UU 32 tahun 2014 tentang Kelautan berbunyi: "Dalam rangka penegakan hukum di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi, khususnya dalam melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia dibentuk Badan Keamanan Laut".
Artinya Badan Keamanan Laut dibentuk untuk melaksanakan patrol keamanan dan keselamatan wilayah perairan dan wilayah yuridiksi. Lalu, apa yang dimaksud dengan patroli keamanan dan keselamatan ? Tidak jelas dalam undang-undang ini. Menurut KBBI arti kata patroli/pat·ro·li/ n 1 perondaan. Bila demikian maka Bakamla tugasnya hanya melakukan perondaan saja. Lalu untuk apa membentuk Bakamla hanya untu melakukan perondaan saja ?
Kita lihat pasal 60 UU 32 tahun 2014 tentang Kelautan berbunyi : Badan Keamanan Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden melalui menteri yang mengoordinasikannya. Dalam pasal ini tidak jelas Menteri mana yang mengkoordinasikan Bakamla.
Selanjutnya pasal 61 UU 32 tahun 2014 tentang Kelautan berbunyi: "Badan Keamanan Laut mempunyai tugas melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia".
Artinya tugas Badan Keamanan Laut adalah melakukan patroli keamanan keselamatan. Apa yang dimaksud dengan “patroli keamanan dan keselamatan” tidak dijelaskan dalam UU ini. Arti kata patroli menurut KBBI adalah perondaan. Jadi kalau di jelaskan dengan menggunakan KBBI, maka Bakamla bertugas melakukan perondaan saja. Lalu untuk apa Badan Keamanan Laut dibentuk kalau tugasnya hanya untuk melakukan perondaan? Tidak jelas, sehingga tidak bisa dioperasionalkan.
Bandingkan dengan tugas Penjaga Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard) yang diatur pada pasal 277 UU 17/2008 tentang Pelayaran. Sangat jauh bedanya.
Kita lihat, dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (1) penjaga laut dan pantai melaksanakan tugas:
a. Melakukan pengawasan keselamatan dan keamanan pelayaran;
b. Melakukan pengawasan, pencegahan, dan penanggulangan pencemaran di laut;
c. Pengawasan dan penertiban kegiatan serta lalu lintas kapal;
d. Pengawasan dan penertiban kegiatan salvage, pekerjaan bawah air, serta eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut;
e. Pengamanan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; dan
f. Mendukung pelaksanaan kegiatan pencarian dan pertolongan jiwa di laut.
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (1) penjaga laut dan pantai melaksanakan koordinasi untuk:
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan umum penegakan hukum di laut;
b. Menyusun kebijakan dan standar prosedur operasi hukum di laut secara terpadu;
c. Kegiatan penjagaan, pengawasan, pencegahan dan penindakan pelanggaran hukum serta pengamanan pelayaran dan pengamanan aktivitas masyarakat dan pemerintah di wilayah perairan Indonesia; dan
d. Memberikan dukungan teknis administrasi di bidang penegakan hukum di laut secara terpadu.
Pasal 62 UU 32 tahun 2014 tentang Kelautan berbunyi :
Dalam melaksanakan tugas, Badan Keamanan Laut menyelenggarakan fungsi:
a. Menyusun kebijakan nasional di bidang keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia;. Apa yang dimaksud dengan Kebijakan Nasional bidang Keamanan dan Keselamatan? Tidak jelas, karena tidak dijelaskan dalam UU ini.
b. Menyelenggarakan sistem peringatan dini keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia. Apa yang dimaksud dengan peringatan dini keamanan dan keselamatan? Siapa yang diperingati? Tidak jelas, sehingga tidak bisa dioperasionalkan.
c. Melaksanakan penjagaan, pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran hukum di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia. Apa yang dimaksud dengan melaksanakan penjagaan, pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran hukum menurut UU 32/20014 tetang Kelautan ? Tidak jelas.
Penjagaan, pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran hukum adalah kewenangan penyidik, sebagaimana yang diatur pada pasal 6 KUHAP yang selengkapnya berbunyi penyidik mempunyai wewenang untuk :
a. Menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
Bagaimana mungkin Bakamla yang bukan penyidik dapat melakukan penindakan pelanggaran hukum?. Selanjutnya perlu menyinergikan dan memonitor pelaksanaan patroli perairan oleh instansi terkait. Apa yang dimaksud dengan patroli perairan?. Lalu instansi terkait yang mana yang akan disinergikan dan dimonitor oleh Bakamla? Tidak Jelas.
Selanjutnya klausul memberikan dukungan teknis dan operasional kepada instansi terkait. Dukungan teknis seperti apa yang akan diberikan oleh Bakamla? Atau apa bentuk dukungan teknis yang akan diberikan itu?. Lalu instansi terkait mana yang akan diberi dukungan teknis? Bagaimana detil? memberikan bantuan pencarian dan pertolongan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia; dan bagaimana caranya Bakamla memberikan bantuan pencarian dan pertolongan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia sedangkan Bakamla sendiri tidak dilengkapi kapal?. Tidak ada satupun pasal dalam UU 32/2014 tentang Kelautan yang menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya Bakamla dilengkapi dengan kapal.
*Penulis pengamat maritim dan pertahanan. Menghabiskan karier militernya di TNI Angkatan Laut dan bidang intelijen. Pernah menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) 2011-2013.