Jakarta, Gatra.com - Peneliti Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Aisah Putri Budiarti mengatakan, partai politik bisa menjadi akar dari permasalahan yang terjadi pada demokrasi Indonesia saat ini. Namun, di sisi lain, partai politik juga bisa menjadi kunci dari keberhasilan demokrasi nasional.
Pasalnya, partai politik memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai penentu pejabat publik dan sebagai kunci pembuatan kebijakan. Artinya, dalam hal ini partai politik dapat menjadi akar masalah demokrasi dengan salah menempatkan elite politik atau kader politiknya, baik di jajaran eksekutif maupun legislatif. Padahal, pada akhirnya para elite politik itu lah yang merancang kebijakan untuk Indonesia.
"Jadi sudah pasti ini mempengaruhi pembentukan elite politiknya yang korup dan lain-lain. Dan pada akhirnya, partai politik ini menjadi kunci yang mempengaruhi sistem politik kita, bagaimana pemerintahan kita dikelola dan bagaimana elite politik yang kita punya," kata dia, dalam Webinar Pasang Surut Demokrasi Indonesia, Sabtu (22/8).
Namun, tergantung dari bagaimana para elit politik menjalankan partai politik itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan reformasi politik yang berhasil dalam penguatan demokrasi nasional. Selain itu, peran masyarakat di dalam berdemokrasi juga sangat menentukan, bagaimana nasib demokrasi ke depannya.
"Yang menjadi kunci, apakah demokrasi Indonesia bisa berjalan dengan baik ada legitimasi dari publiknya. Ketika masyarakatnya yakin bahwa demokrasi adalah jalan yang baik, legitimasi kuat, maka demokrasi kuat, tidak akan mudah runtuh," jelas Aisah.
Berdasarkan hasil survey LIPI pada tahun 2012 dan 2018, legitimasi publik terhadap demokrasi sangat kuat. Terlihat dari hasil pertanyaan tentang kepuasan dan dukungan masyarakat terhadap demokrasi menunjukkan level di atas 70 persen.
"Tapi, sayangnya kita (LIPI) tidak menyelenggarakannya (survei) setiap tahun, jadi kita tidak bisa lihat apakah trennya naik atau turun," imbuh dia.
Di sisi lain, berdasarkan hasil riset Indikator Politik Indonesia, kepuasan publik terhadap kinerja demokrasi mengalami tren naik turun, atau dapat diartikan, publik tidak selalu puas dengan jalannya demokrasi nasional. Bahkan, di bulan Maret, kepercayaan publik terhadap kinerja demokrasi mengalami penurunan cukup dalam, yakni berada di level 49,5 persen, terendah dalam beberapa tahun terakhir.
Rendahnya kepuasan publik itu, Aisah bilang, dipengaruhi oleh kondisi pandemi Covid-19 yang pada Maret lalu baru masuk ke Indonesia. Konteks demokrasi memang sangat dinamis. Ada banyak sekali masalah yang dapat mempengaruhi kondisi demokrasi Indonesia, ujarnya.
Sementara itu, jika dilihat dari kondisi demokratik nasional selama 10 tahun terakhir, mengalami kemunduran signifikan. Bahkan, tidak sedikit akademisi atau peneliti yang mengatakan, bahwa demokrasi Indonesia selama 10 tahun terakhir mengalami stagnasi, ada regresi, hingga kemunduran (setbacks).
Terlihat dari pernyataan yang dikeluarkan oleh Freedom House, dimana menurut lembaga survei demokrasi dunia itu mengatakan, Indonesia sudah tidak lagi disebut negara bebas sejak 2013 lalu. Hal yang sama juga dikatakan oleh Economist Intellegence Unit (EIU), dimana lembaga riset itu mengungkapkan bahwa demokrasi Indonesia telah mengalami kemunduran sejak 2015.
"Apa yang menjadi masalah demokrasi ada 31, tapi yang sering disebutkan adalah penegakan hukum lemah, intoleransi, korupsi dan politik uang, ketimpangan ekonomi, oligarki, kebebasan sipil menyimpang, serta kebangkitan politik populisme," tandas dia.