Istanbul, Gatra.com - Mantan duta besar Arab Saudi untuk Amerika Serikat, Pangeran Turki Al-Faisal pada hari Jumat mengatakan untuk menormalisasi hubungan dengan Israel yang benar-benar mendapat restu dari Arab Saudi, maka salah satu jalan yakni pembentukan negara Palestina yang berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibukotanya.
Israel dan Uni Emirat Arab (UEA) pekan lalu mengumumkan perjanjian bersejarah untuk menormalkan hubungan diplomatik, sebagai imbalan atas penangguhan Israel atas pencaplokan tanah Palestina.
Kesepakatan itu menimbulkan spekulasi bahwa negara-negara Teluk Arab yang didukung AS mungkin akan menyusul.
Namun, Pangeran Turki mengatakan bahwa Arab Saudi, merupakan kekuatan Teluk Arab terbesar yang secara tradisional memandu kebijakan terhadap Israel, dan mengharapkan pengembalian yang lebih tinggi dari Israel.
"Setiap negara Arab yang mempertimbangkan untuk mengikuti UEA harus menuntut dengan imbalan harga, dan itu harus menjadi harga yang mahal," tulisnya di surat kabar Asharq al-Awsat, dikutip Al-Arabiya, Jumat (21/8).
"Kerajaan Arab Saudi telah menetapkan harga untuk menyelesaikan perdamaian antara Israel dan Arab - itu adalah pembentukan negara Palestina yang berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya, sebagaimana diatur oleh inisiatif almarhum Raja Abdullah."
Rencana Liga Arab 2002 itu menawarkan hubungan normalisasi Israel dengan imbalan penarikan Israel dari semua wilayah - Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur - yang direbut dalam perang Timur Tengah 1967, dan negara Palestina di sana.
Namun Pangeran Turki juga menyuarakan pemahaman atas keputusan UEA, mencatat bahwa sekutu dekat Riyadh telah mengamankan syarat utama - penghentian rencana aneksasi Israel.
Dalam reaksi Saudi pertama terhadap kesepakatan UEA-Israel, Menteri Luar Negeri Faisal bin Farhan mengatakan pada Rabu bahwa Riyadh tetap berkomitmen pada inisiatif perdamaian Arab.