Home Kebencanaan HP Error Wali Siswa Pemulung di Tegal Saat KBM Daring

HP Error Wali Siswa Pemulung di Tegal Saat KBM Daring

Tegal, Gatra.com - Bagi sebagian orang tua, kegiatan belajar mengajar (KBM) daring atau online terasa memberatkan. Apalagi jika orang tua tersebut berasal dari kalangan tidak mampu.

Hal itu antara lain dirasakan oleh Riyani (47), warga RT 09 RW X Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Jawa Tengah. Perempuan yang sehari bekerja menjadi pemulung itu mengungkapkan kesulitan dua anaknya mengikuti pembelajaran daring.

Dua anak Riyani masing-masing duduk di kelas 1 SMP dan kelas 6 SD. Sejak pandemi melanda, mereka mesti mengikuti pembelajaran daring menggunakan handphone (HP). Di sisi lain, Riyani hanya memiliki satu HP yang kondisinya tak memadai untuk digunakan dalam pembelajaran jarak jauh.

"Kegiatan sekolah SMP harus masuk class room di HP. Sedangkan HP saya tidak bisa. Dulu beli bekas harganya Rp700 ribu pas anak saya ikut sunat massal. Kalau dinyalakan pakainya biting (lidi). Terus hurufnya kalau buat ngetik sering susah keluar. Nulis T yang keluar R atau Y. Susah sekali. Kadang ingin nangis, sekolah pakai HP susah sekali," tutur Riyani kepada Gatra.com, Kamis (20/8).

Kondisi sedikit lebih mudah dialami anak Riyani yang duduk di kelas 6 SD. Pembelajaran daring di sekolah anak keempat Riyani itu hanya mengharuskan siswa untuk memfoto materi pembelajaran di Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sudah dikerjakan lalu dikirim ke guru melalui WhatssApp (WA).

Meski begitu, tetap saja hal itu memberatkan bagi Riyani karena dia mesti menyediakan uang untuk membeli kuota internet. Padahal, penghasilan Riyani mengumpulkan barang-barang rongsok ikut terdampak pandemi Covid-19.

"Karena pembelajarannya online, HP harus on terus, kuota juga. Beli kuota Rp30 ribu seminggu dua minggu sudah habis. Akhirnya sekarang ironisnya malah mengutamakan kuota, daripada buat makan," ujarnya.

Sebelum Covid-19 mewabah, Riyani setiap hari berangkat memulung ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Dalam sepekan, ibu yang harus menghidupi keempat anaknya sendirian itu bisa memperoleh uang Rp300 ribu dari hasil menjual barang-barang rongsok yang didapat di TPS ke pengepul.

Tapi kini, wabah virus corona membuat Riyani terpaksa mengurangi aktivitas memulung.

"Sejak mulai ada virus corona, satu bulan cuma bisa dapat Rp100 ribu karena harga rongsok turun, murah sekali. Biasanya jual rongsokan plastik, ember harganya Rp2.500 per kilo, sekarang jadi Rp1.000 per kilo. Ini karena lapak-lapak rongsok tidak bisa ngirim. Jadinya berangkat memulung juga tidak setiap hari. Sekarang sudah mulai agak mendingan, harganya naik Rp500," ungkapnya.

Untungnya, di tengah kesulitan hidup yang dihadapi Riyani, anak pertama dan keduanya sudah bekerja meski penghasilannya tak besar. Selama pandemi, dia kadang mengandalkan penghasilan kedua anaknya itu untuk makan sehari-hari.

"Mudah-mudahan kondisi cepat normal kembali. Saya yakin di luar sana pasti banyak orang tua yang kesusahan sekolah online, karena tidak semua orang tua mampu membeli HP baru. Selain itu, anak ketika disuruh menulis misalnya, bilang kalau tangannya kaku karena kelamaan tidak masuk sekolah," harap Riyani.

Seperti diketahui, pandemi Covid-19 membuat sekolah-sekolah mesti menghentikan pembelajaran tatap muka. Di Kota Tegal, baru sejak Senin (10/8) mulai digelar pembelajaran tatap muka di tingkat SMP. Namun pembelajaran tatap muka tidak digelar secara penuh. Tiga hari siswa mengikuti pembelajaran tatap muka, tiga hari berikutnya menjalani pembelajaran daring.

489