Jakarta, Gatra.com- Dari sekitar 189.000 ton per bulan sampah plastik yang dihasilkan perkotaan Pulau Jawa, hanya sekitar 11,83% atau kurang lebih 22.000 ton per bulan sampah yang dikumpulkan kemudian didaur ulang.
"Sekitar 88,17% masih diangkut ke TPA atau berserakan di lingkungan," kata Direktur Sustainable Waste Indonesia (SWI), Dini Trisyanti dalam webinar 'Selamat Kolaborasi Menuju Kehidupan Lestari' di Jakarta, Rabu (19/8).
Demikian data yang dipaparkan itu berdasarkan hasil sebuah studi mengenai tentang rantai nilai sampah plastik, khususnya di Pulau Jawa yang dilakukan sepanjang Oktober 2019 hingga 20 Februari 2020.
Riset itu dilakukan Unilever Indonesia bekerja sama dengan Sustainable Waste Indonesia (SWI) dan Indonesian Plastic Recyclers (IPR).
Dini memaparkan, dari sekitar 22.000 ton sampah plastik yang dikumpulkan, sebanyak 83% berasal dari pemulung. Lalu 15,2% dari Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) ataupun Tempat Pengolahan Sampah 3R (TPS3R). Hanya 1,5% berasal dari Bank Sampah.
Ia menegaskan bahwa dibutuhkan intervensi dan kolaborasi dari berbagai pihak untuk menjembatani kesenjangan tersebut. Termasuk dari sisi teknologi dan inovasi.
Head of Corporate Affairs and Sustainability PT Unilever Indonesia, Tbk, Nurdiana Darus menambahkan, bahwa permasalahan pengelolaan sampah plastik maupun pengelolaan sampah secara keseluruhan memerlukan perhatian serius dari kita semua.
"Dibutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, pihak produsen seperti Unilever, dan juga seluruh lapisan masyarakat,” ungkap Nurdiana.
PT Unilever Indonesia, Tbk berkomitmen untuk mengurangi setengah dari penggunaan plastik baru paling lambat pada tahun 2025. Hal ini sejalan dengan komitmen Unilever secara global.
"Sebagai pihak produsen, paling lambat pada tahun 2025, Unilever secara global berkomitmen mengurangi setengah dari penggunaan plastik baru, percepat penggunaan plastik daur ulang, serta mengumpulkan dan memproses kemasan plastik lebih banyak daripada yang dijualnya,” pungkasnya