Pekanbaru, Gatra.com - Menjelang tahapan pendaftaran calon kepala daerah, manuver politik PDI Perjuangan di Riau menimbulkan goncangan politik. Perangkulan Iyeth Bustami, telah merubah pendirian Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk Pilkada Kabupaten Bengkalis.
Disisi lain, gerakan PDI P menduetkan Zukri-Nasaruddin, kian menampakan perpecahan di Partai Golkar Riau.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDI Perjuangan Provinsi Riau, Syafaruddin Poti, mengatakan gerakan politik PDI P berhasil memberikan efek kejut jelang pendaftaran calon kepala daerah. Efek kejut tersebut menurutnya dapat mengkatrol pamor PDI P beserta calonnya jelang pilkada digelar Desember 2020.
"Orang memprediksi PDI P tidak berlayar, nyatanya berlayar. Orang kira PDI tidak bisa mengusung kadernya, nyatanya bisa. Jadi itu adalah sebuah kejutan," kata Poti kepada Gatra.com melalui sambungan seluler, Selasa (18/8).
Poti menyebut kejutan tersebut bukan sekadar mencari sensasi, tapi berdasarkan perhitungan kewilayahan yang telah dilakukan oleh partai dengan menimbang sejumlah faktor.
"Jadi, sosok yang kita pilih merupakan figur yang telah kita ukur dampak pengaruhnya. Bisa saja itu bukan kader, tapi sosok yang dikenal diwilayah itu. Faktor dikenal ini kemudian punya efek politik, bisa mempengaruhi pemilih, bisa juga mempengaruhi partai politik," urainya.
Pamor PDI P di daerah diprediksi meredup lantaran peran partai di Pusat dalam Rancangan undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). RUU itu dinilai dapat menggerus citra partai dan sosok cakada yang bakal didukung PDI P, terutama di daerah yang dikenal bukan basis PDI P. Namun, beberapa minggu jelang pendaftaran, Partai Banteng tampil percaya diri dengan mengusung sejumlah kader untuk beberapa pilkada di Riau.
Pengamat politik dari Universitas Riau, Tito Handoko, mengatakan kejutan yang diberikan PDI P dapat dipengaruhi oleh minimnya pengaruh kontroversi RUU HIP terhadap ajang pilkada. Menurutnya, RUU HIP yang menyinggung ideologi Pancasila dan agama tidak menimbulkan efek yang merusak bagi PDI P di ajang pilkada di daerah.
"Pada panggung pemilu saja misalnya, hanya sedikit partai yang mendapat efek dari isu-isu seputaran ideologi dan agama. Nah, RUU HIP dan pilkada pada level daerah agak sulit dicari titik temunya, belum ada yang menyebut turunnya popularitas dan elektabilitas partai politik akibat isu nasional dan isu-isu ideologi jika variabel itu digunakan untuk pilkada," katanya.