Teheran, Gatra.com - Iran memuji pemungutan suara Dewan Keamanan PBB yang menolak tawaran AS untuk memperpanjang embargo senjata pada republik Islam itu, Sabtu, 15/8. Iran mengatakan musuhnya "tidak pernah telak terisolasi". Demikian AFP.
Presiden Hassan Rouhani mengatakan AS telah gagal untuk menghentikan apa yang disebutnya kesepakatan "setengah hidup" 2015 dengan negara-negara besar yang memberikan keringanan sanksi kepada Iran dengan imbalan pembatasan program nuklirnya. "Amerika Serikat gagal dalam konspirasi ini dengan penghinaan," kata Rouhani.
"Hari ini akan menjadi sejarah Iran kita dan dalam sejarah memerangi arogansi global," tegasnya.
Hanya dua dari 15 anggota Dewan yang mendukung resolusi AS yang berupaya memperpanjang embargo, menyoroti perpecahan antara Washington dan sekutu Eropa sejak Presiden Donald Trump menarik diri dari perjanjian nuklir Iran pada 2018.
Baca juga: Keok di Dewan Keamanan PBB, AS Ngotot Ajukan Snapback
Semua sekutu Washington di Eropa abstain, dan Iran mengejek pemerintahan Trump karena memenangkan dukungan hanya dari satu negara 'gurem', Republik Dominika.
"Dalam 75 tahun sejarah Perserikatan Bangsa-Bangsa, Amerika tidak pernah begitu terisolasi," kata juru bicara kementerian luar negeri Abbas Mousavi di Twitter.
"Terlepas dari semua perjalanan, Amerika Serikat hanya bisa memobilisasi negara kecil (untuk memilih) bersama mereka," katanya.
Orang-orang di jalanan Teheran memiliki reaksi beragam. "Ini adalah permainan politik Amerika. Suatu hari mereka memberikan resolusi kepada Dewan Keamanan, hari berikutnya mereka mengatakan mereka telah mengambil bahan bakar Iran," kata seorang pekerja di Grand Bazaar kota yang menyebut namanya hanya sebagai Ahmadi.
Seorang pegawai toko obat bernama Abdoli mengatakan kepada AFP bahwa dia senang Iran menang, tetapi menambahkan bahwa pihaknya "harus berinteraksi dengan Amerika Serikat dan menjalin hubungan".
Langkah AS yang mencoba untuk secara sepihak memaksakan kembalinya sanksi PBB, menurut para ahli menjerumuskan Dewan Keamanan ke dalam salah satu krisis diplomatik terburuk yang pernah ada.