Bantul, Gatra.com - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengaku menemukan penyelewengan anggaran di kementeriannya. Penyelewengan ini berbungkus program pengentasan kemiskinan masyarakat desa.
Mendes Halim menceritakan itu saat hadir untuk meresmikan lahan pertanian terpadu milik BUMDes Guwosari, Kecamatan Pajangan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu pagi (15/8).
"Laporan BPS 2020, angka kemiskinan selama pandemi ini mengalami penurunan sebesar 0,03 persen. Namun di kota terjadi kenaikan sebesar 0,06 persen," katanya.
Sayangnya, di tengah kondisi itu, ia malah menemukan program bodong untuk pembangunan desa dan telah dianggarkan Kemendes PDTT.
Halim bercerita, beberapa waktu lalu, ia menemukan pembiayaan program bertajuk pembangunan desa senilai Rp1,1 triliun. Namun saat dicermati, program itu bukan program nyata di desa melainkan hanya pembuatan video.
"Kemarin saya hampir kecolongan lagi. Ada anggaran sebesar Rp15 miliar yang dikhususkan untuk program smart village. Saya cermati mana ini program smart village-nya, ternyata tahunya menjadi buku," jelasnya.
Dari situ, Halim mengakui dirinya mulai membenahi berbagai program dengan anggaran besar. Ia tak ingin ketika dikucurkan anggaran itu tidak menghasilkan apa-apa.
Menurutnya, besaran anggaran untuk pengentasan kemiskinan amat mencukupi. Namun anggaran itu tak bisa dikucurkan langsung sebab masyarakat harus diajari mandiri.
Halim pun mengapresiasi program pertanian berbasis ketahanan pangan yang digagas oleh Guwosari. Program ini bisa menjadi contoh untuk desa lain.
"Ini model yang menarik dan kita membutuhkan banyak model seperti ini. Nanti bisa saja di Sulawesi, Jawa Tengah, atau daerah lainnya dikembangkan model yang berbeda. Sehingga menjadi referensi bagi 74 ribu desa," ujarnya.
Dengan banyak model pembangunan desa, Halim menyatakan proses pembangunan akan berjalan cepat. Sebab desa tinggal melihat, mencontoh, dan memodifikasi model-model itu untuk disesuaikan dengan kondisi mereka.