Home Politik Pilkada 2020: Cakada Perempuan Vs Politik Patriarki

Pilkada 2020: Cakada Perempuan Vs Politik Patriarki

Pekanbaru,Gatra.com - Kurang sebulan sebelum tahap pendaftaran calon kepala daerah, bakal calon kepala daerah dari golongan perempuan terus bermunculan di Provinsi Riau. Ini terlihat dengan kehadiran Iyet Bustami di pilkada Bengkalis dan Supriati di pilkada Indragiri Hulu (Inhu) .

Sebelum hadirnya dua sosok perempuan tersebut, pilkada di Riau telah diramaikan oleh 5 sosok politisi perempuan, diantaranya: Kasmarni (pilkada Bengkalis), Reni Nurlita (pilkada Siak), Konferensi (pilkada Kuansing) , Rezita (pilkada Inhu) dan Siti Aisyah (pilkada Inhu).

Kepada Gatra.com, pengamat politik dari Universitas Riau, Tito Handoko, mengatakan munculnya banyak bakal calon perempuan pada pilkada 2020 merupakan fenomena menarik di politik lokal Provinsi Riau. Terlebih jika dikaitkan dengan rekam jejak pilkada di Riau, yang belum pernah di menangkan  kalangan perempuan.

" Di Riau ini, secara historis belum ada pilkada yang dimenangi perempuan, baik sebagai kepala daerah maupun wakil, tentu ini menjadi menarik,"terangnya kepada Gatra.com melalui sambungan seluler, Sabtu (15/8).

Tito menambahkan, kehadiran sosok calon kepala daerah perempuan di Riau dengan sendirinya akan menguji sejauh mana kuatnya pengaruh budaya politik patriarki di Tanah Melayu, khususnya dalam konteks kekuasaan eksekutif.

"Budaya politik lokal di Riau, jika bicara konteks kekuasaan itu sangat patriarki. Inilah yang menyebabkan mengapa hingga kini belum ada perempuan yang bisa memenangkan Pilkada di Riau. Tentu saja sangat menarik, jika pada pilkada 2020 Partai politik tutup mata pada realita ini,"urainya.

Asal tahu saja, patriarki merupakan sistem sosial yang memposisikan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama, dan mendominasi peran kepemimpinan politik

Sambung Tito lagi, meski corak patriarki sangat kental di Riau. Hal itu bukan berarti peluang perempuan menggapai kekuasaan tertutup sepenuhnya. Ia mencontohkan, kiprah perempuan di ranah legislatif. Pada cabang kekuasaan politik tersebut, politisi perempuan lebih leluasa mengaksesnya.

"Buktinya, di ranah legislatif banyak memunculkan politisi perempuan. Dengan demikian peluang di ranah politik tidak tertutup sepenuhnya untuk politisi. Hanya saja untuk ranah eksekutif, budaya politik patriarki itu sangat kentara," tukasnya.

276