Jakarta, Gatra.com - Ketua DPR RI Puan Maharani meyakinkan bahwa pembahasan RUU Cipta Kerja, yang merupakan usulan pemerintah dilakukan secara hati-hati dan transparan.
Puan menyampaikan dalam pidatonya pada rapat Paripurna pembukaan masa sidang I Tahun 2020-2021 dalam rangka penyampaian pidato Presiden RI mengenai RUU APBN 2021 di Gedung Paripurna, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8).
"Pembahasan RUU Cipta Kerja dilakukan secara cermat, hati-hati, transparan, terbuka, dan yang terpenting adalah mengutamakan kesinambungan kepentingan nasional, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang," ujar Puan.
Puan menyebut DPR tetap bisa bekerja menjalankan fungsi legislasi kendati dihadapkan pada kendala berupa pandemi Covid-19.
"Dengan mempertimbangkan upaya pencegahan penyebaran Covid-19 dan kebutuhan untuk melaksanakan tugas legislasi secara maksimal, DPR RI mengesahkan metode rapat virtual melalui Peraturan DPR RI No. 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang," tuturnya.
Diketahui sejak awal dikampanyekan, RUU Cipta Kerja terus menuai banyak kritik hingga saat ini. Beberapa aturan baru yang termuat di dalamnya dinilai akan banyak merugikan kelas pekerja. Namun, di sisi lain, menguntungkan para pemodal.
Kritik juga menyasar para pembuat undang-undang yang terus melakukan proses legislasi di tengah pandemi Covid-19. Padahal fokus masyarakat tidak tertuju ke wilayah tersebut melainkan pada krisis kesehatan yang tengah terjadi dan kondisinya kian memburuk.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan, RUU Cipta Kerja justru menjadi masalah karena tidak ada titik temu antara pemerintah dan publik. Menurut Mardani, RUU tersebut dibuat berdasarkan orientasi hasil. Dengan begitu, yang terjadi adalah menghalalkan segala cara.
Dengan demikian, Mardani melanjutkan, para tokoh-tokoh publik dan politikus seharusnya bisa menyajikan data dan secara jujur membeberkan apa dampak positif dan negatif RUU tersebut bagi masyarakat.
"Ini catatan besar. Omnibus Law seperti membabat banyak aturan yang sebetulnya menciptakan ketidakpastian hukum," kata Mardani.