Jakarta, Gatra.com - Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah agar hati-hati dalam menyusun strategi pembiayaan utang. Dia juga meminta, agar dalam menyusun strategi tersebut, pemerintah tetap memperhatikan risiko dan kapasitas fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di masa yang akan datang.
"Dan memperhatikan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan akuntabel," kata Puan dalam Sidang Rapat Tahunan, di Kompleks Parlemen, Jumat (14/8).
Politikus Partai PDIP itu menilai, defisit pada tahun 2021 nanti diperkirakan masih tetap tinggi, yakni di atas 3 persen. Dengan penerimaan yang diperkirakan masih tertekan.
Belum lagi, Belanja Negara yang terdiri dari Belanja Pemerintah dan Belanja Bantuan Sosial yang semakin diperbesar, demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang saat ini makin terpuruk karena Covid.
"Instrumen pembiayaan utang sebagai sumber pendanaan APBN untuk menutupi defisit anggaran," ujarnya.
Dalam pidatonya hari ini, Presiden Joko Widodo telah menetapkan asumsi makro RAPBN 2021. Dengan Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mencapai 4,5-5,5 persen. Tingkat pertumbuhan ekonomi ini diharapkan didukung oleh peningkatan konsumsi domestik dan investasi sebagai motor penggerak utama.
Inflasi akan tetap terjaga pada tingkat 3 persen, untuk mendukung daya beli masyarakat. Rupiah diperkirakan bergerak pada kisaran Rp14.600 per US$.
Selain itu, suku bunga SBN 10 tahun yang diperkirakan sekitar 7,29 persen. Harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) diperkirakan akan berkisar pada 45 US$ per barel. Lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 705.000 barel dan 1.007.000 barel setara minyak per hari.
"Dalam RAPBN tahun 2021 defisit anggaran direncanakan sekitar 5,5 persen dari PDB atau sebesar Rp971,2 triliun. Defisit ini lebih rendah dibandingkan defisit anggaran di tahun 2020 sekitar 6,34 persen dari PDB atau sebesar Rp1.039,2 triliun," tandas Jokowi.