Jakarta, Gatra.com - Pemerintah melalui Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menetapkan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) Super Mikro. Skema kredit baru ini, utamanya ditujukan untuk pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau Ibu Rumah Tangga (IRT) yang menjalankan usaha produktif.
"Suku bunga KUR Super Mikro ditetapkan sebesar 0% sampai dengan 31 Desember 2020 dan 6% setelah 31 Desember 2020 dengan jumlah kredit maksimum Rp10 juta," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, saat memimpin Rapat Komite di Jakarta, Kamis (13/8).
Dalam skema KUR Super Mikro, yang menjadi agunan pokok ialah usaha atau proyek yang dibiayai KUR, dan tidak diperlukan agunan tambahan. Pekerja terkena PHK dan Ibu Rumah Tangga yang menjalankan usaha dapat memperoleh kredit lunak KUR Super Mikro dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Masuk kategori usaha mikro.
2. Lama usaha calon penerima KUR Super Mikro tidak dibatasi minimal 6 bulan. Lama usaha dapat kurang dari 6 bulan dengan persyaratan:
a. Mengikuti program pendampingan (formal atau informal); atau
b. Tergabung dalam suatu kelompok usaha; atau
c. Memiliki anggota keluarga yang telah memiliki usaha.
3. Bagi pegawai PHK tidak diwajibkan memiliki usaha minimal 3 bulan dengan pelatihan 3 bulan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pedoman KUR, tapi dapat kurang dari 3 bulan atau usaha baru dengan persyaratan sebagaimana butir 2.
4. Belum pernah menerima KUR.
Adapun stimulus berikutnya, Pemerintah menetapkan tambahan subsidi bunga KUR dari yang sebelumnya sebesar 6% selama 3 bulan pertama dan 3% selama 3 bulan berikutnya, menjadi sebesar 6% sampai dengan Desember 2020.
"Langkah ini diharapkan dapat mendorong percepatan pemulihan ekonomi pada triwulan III tahun 2020, utamanya melalui percepatan pemulihan usaha Penerima KUR," kata Airlangga.
Selain itu, di dalam rapat tersebut, dia juga menegaskan, pemberian tambahan subsidi bunga KUR pada masa Covid-19 yang diberikan kepada seluruh penerima KUR dengan kolektibilitas 1 atau kolektibilitas 2, termasuk penerima KUR restrukturisasi dan nonrestrukturisasi serta penerima KUR yang mengajukan fasilitas maupun tidak mengajukan fasilitas.
"Ketentuan penegasan ini diharapkan dapat mempercepat realisasi pemberian tambahan subsidi bunga atau margin KUR pada masa pandemi Covid-19," lanjut Menko Perekonomian.
Sementara itu, menurut data Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) per 8 Agustus 2020, realisasi kebijakan KUR pada masa Covid-19 terbukti telah dimanfaatkan signifikan oleh debitur KUR, dengan rincian sebagai berikut:
a. Tambahan subsidi bunga KUR diberikan kepada 5.944.348 debitur dengan baki debet Rp121 triliun.
b. Penundaan angsuran pokok paling lama 6 bulan diberikan kepada 1.550.009 debitur dengan baki debet Rp46,3 triliun.
c. Relaksasi KUR, berupa:
" Perpanjangan jangka waktu diberikan kepada 1.557.271 debitur dengan baki debet Rp46,2 triliun. Penambahan limit plafon KUR diberikan kepada 14 debitur dengan baki debet Rp3 miliar," ujarnya.
Secara keseluruhan, realisasi penyaluran KUR selama Januari 2020 sampai dengan 31 Juli 2020 telah mencapai Rp89,2 triliun dan diberikan kepada 2,67 juta debitur sehingga total outstanding-nya sebesar Rp167,87 triliun dengan Non-Performing Loan (NPL) sebesar 1,07%.
Sebagai informasi, sebelumnya total plafon KUR untuk tahun 2020 direncanakan sebesar Rp190 triliun. Kemudian, dalam masa pandemi Covid-19 dan adanya Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) terdapat permintaan tambahan plafon KUR baru sebesar Rp8,87 triliun, sehingga total plafon KUR untuk tahun 2020 menjadi Rp198,87 triliun.
"Serangkaian kebijakan stimulus ini diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional dengan memperkuat usaha mikro rumah tangga, pekerja informal, dan pekerja terkena PHK melalui dukungan pembiayaan usaha," kata Airlangga.