Jakarta, Gatra.com - Direktur Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirojuddin Abbas, berpendapat bahwa pihak yang menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) belum tentu memahami kepentingan dan manfaat besar RUU tersebut.
"Yang menolak belum tentu mengerti kepentingan dan manfaat besar RUU itu," kata Abbas kepada wartawan pada Kamis (13/8).
Abbas mencontohkan, penolakan dari pihak buruh terjadi karena mungkin hanya melihat dari prospektif kepentingan mereka. Padahal, harus juga melihat kepentingan negara dan pengusaha.
Terlebih, lanjut dia, aturan yang ada saat ini relatif menyulitkan perusahaan untuk merekrut tenaga kerja yang lebih produktif dan mempunyai keterampilan tinggi, ataupun ketika terpaksa harus memberhentikan pekerja. "Pengusaha juga membutuhkan aturan perburuhan yang tidak terlalu memberatkan," ujarnya.
Adapun pemerintah, lanjut Abbas, membutuhkan banyak investasi yang ujungnya akan membuka banyak lapangan pekerjaan dan mendapat pemasukan dari pajak. "Warga juga akan bisa bekerja dan memperoleh penghasilan," katanya.
Menurut Abbas, jika semua pihak memahami secara komprehensif tentang manfaat dan kepentingan dari RUU ini, maka kemungkinan tidak akan terjadi penolakan. Buruh tidak perlu takut karena RUU ini untuk kepentingan bersama. Tidak mungkin pemerintah dan DPR berkolaborasi untuk menyusahkan rakyat.
Meski demikian, Abbas menilai pro-kontra dalam pembuatan perundang-undangan merupakan hal wajar. Pemerintah dan DPR harus tetap mendengar dan mempertimbangkan semua masukan dan kritikan.
Ia optimistis perbedaan pandangan tersebut bisa diselesaikan dan RUU Ciptaker dapat diselesaikan sesuai jadwal. Pemerintah sebaiknya tetap konsisten pada tujuan perbaikan ekosistem investasi, usaha, dan ketenagakerjaan untuk memperkuat ekonomi nasional.
Diberitakan sebelumnya, buruh dan mahasiswa menolak RUU Ciptaker. Salahsatunya dari Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara Koordinator Sumatera Utara (Sumut) yang melakukan aksi pada Kamis (23/7).
Pimpinan Aksi Aliansi BEM Nusantara Koordinator Sumut, Ridho Alamsyah, menilai bahwa omnibus law merugikan pekerja karena memperpanjang jam kerja dan lembur menetapkan upah minimum yang semakin rendah.