Home Hukum Kejagung Periksa Komisaris PT ATR soal Pencucian Uang

Kejagung Periksa Komisaris PT ATR soal Pencucian Uang

Jakarta, Gatra.com - Penyidik pidana khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Komisaris PT Aditya Tirta Renata (ATR), Nancy Urania Latief, dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dari korupsi terkait pemberian fasilitas pembiayaan dari PT Danareksa Sekuritas tahun 2014-2015.

"Pemeriksaan sebagai saksi terkait dengan perkara dugaan tindak pidana pencucian uang," kata Hari Setiyono, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagug di Jakarta, Kamis (13/8).

Penyidik memeriksa Nancy karena sebagai Komisaris PT Aditya Tirta Renata dianggap mengetahui dan ada kaitannya dengan proses penyaluran dana atau keuangan dari PT Evio Sekuritas maupun PT Aditya Tirta Renata yang didalamnya ada peran tersangka tindak pidana pencucian uang.

"Oleh karena itu, keterangannya dianggap perlu untuk digunakan sebagai alat bukti, berupa keterangan saksi," katanya.

Keterangan yang bersangkutan akan digunaakan untuk pembuktian perbuatan tersangka perkara dugaan tindak pidana pencucian uang dalam pemberian fasiltas pembiayaan dari PT Danareksa kepada PT Evio Sekuritas maupun kepada PT Adirtya Tirta Renata.

"Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan tentang pencegahan penularan Covid-19," katanya. Terkait keterangan pihak Kejagug tersebut, Gatra.com masih berupaya untuk mengonfirmasi kepada yang bersangkutan soal pemeriksaan ini.

Dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari Danareksa kepada PT Aditya Tirta Renata (PT ATR) pada tahun 2014-2015, Kejagung menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Danareksa Sekuritas (2010-2015), Marciano Hersondrie Herman; Direktur PT ATR, Zakie Mubarok Yos; serta dua orang dari kalangan swasta, Rennier Abdul Rahman Latief serta Erizal bin Sanidjar Ludin sebagai tersangka.

Sedangkan tersangka untuk kasus pemberian fasilitas pembiayaan PT Danareksa Sekuritas kepada PT Evio Sekuritas, yakni mantan Direktur Retail Capital Market PT Danareksa Sekuritas, Sujadi; mantan Direktur PT Evio Securitas, Teguh Ramadhani; serta Marciano Hersondrie Herman dan Rennier Abdul Rahman Latief.

Kejagug kemudian menetapkan pemilik modal pada PT Evio Sekuritas dan Komisaris di PT Aditya Tirta Renata, Rennier Abdul Rahman Latief, sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang terkait pemberian fasilitas pembiayaan dari PT Danareksa Sekuritas kepada PT Evio Sekuritas tahun 2014-2015.

Hari pada Rabu (24/6), Hari menyampaikan, penetapan tersangka pencucian uang ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari PT Danareksa Sekuritas kepada PT Evio Sekuritas dan PT Aditya Tirta Renata tahun 2014-2015.

Kejagung menyangka Rennier Abdul Rahman Latief melanggar sangkaan pertama, yaitu Pasal 3 Undang-Undang (UU) R.I. No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atau sangkaan kedua, Pasal 4 UU R.I. No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Menurut Hari, sebelum ditetapkan sebagai tersangka, penyidik memeriksa yang bersangkutan untuk kesekian kalinya untuk melengkapi berkas perkara dan menindaklanjuti keterangan sejumlah saksi.

"Pemeriksaan dilaksanakan guna melengkapi berkas perkara yang berkembang berdasarkan keterangan saksi-saksi yang sebelumnya sudah diperiksa," ujarnya.

Pemeriksaan tersebut khususnya soal aliran uang (follow the money) hasil korupsi yang dilakukan oleh para tersangka dalam tindak pidana korupsi di PT Danareksa Sekuritas tersebut.

Untuk kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan Danareksa Sekuritas kepada PT Evio Sekuritas, penyidik pada Rabu (10/6), menahan 2 orang tersangka setelah memeriksa mereka sebagai tersangka. Pertama, Teguh Ramadhani, mantan Direktur PT Evio Securities. Dia ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Salemba Cabang Kejagung.

Dia ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor : Print-39/F.2/Fd.1/08/2018 tanggal 06 Agustus 2018 jo Print : 238/F.2/Fd.1/08/2018 tanggal 14 Agustus 2018 jo Print : 138/F.2/Fd.1/07/2019 tanggal 03 Juli 2019 Jo Print : 19/F.2/Fd.1/01/2020 tanggal 15 Januari 2020 jo Print : 152/F.2/b Tersangka (Pidsus 18) Nomor : TAP-23/F.2/Fd.2/01/2020 tanggal 15 Januari 2020.

Kedua, Sujadi, pensiunan BUMN PT Danareksa Sekuritas atau mantan Direktur Retail Capital Market PT Danareksa Sekuritas periode 2013-2016. Dia dijebloskan ke Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).

Sujadi ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor : Print-39/F.2/Fd.1/08/2018 tanggal 06 Agustus 2018 jo Print : 238/F.2/Fd.1/08/2018 tanggal 14 Agustus 2018 jo Print : 138/F.2/Fd.1/07/2019 tanggal 03 Juli 2019 Jo Print : 149/F.2/Fd.1/03/2020 tanggal 09 Maret 2020 jo Surat Penetapan Tersangka (Pidsus 18) Nomor : TAP-20/F.2/Fd.2/01/2020 tanggal 15 Januari 2020.

"Ditahan masing-masing untuk masa selama 20 hari sejak tanggal 10 Juni 2020 sampai dengan tanggal 29 Juni 2020," ujarnya.

Kedua orang tersangka tersebut ditahan dengan pertimbangan, alasan objektif sesuai Pasal 21 Ayat (4) KUHAP. Bahwa Pasal sangkaan terhadap para tersangka, yakni melanggar Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjaranya lebih dari 5 tahun.

Sedangkan alasan subjektif sesuai Pasal 21 Ayat (1) KUHAP), yakni dikhawatirkan tersangka melarikan diri, memengaruhi saksi-saksi, dan atau menghilangkan barang bukti sehingga dapat mempersulit pemeriksaan penyidikan atau menghambat penyelesaian penyidikan perkara dimaksud.

Menurut Hari, penahanan kedua orang tersangka ini merupakan susulan, setelah sebelumnya penyidik menahan 4 orang tersangka pada 3 Juni 2020 atas nama Marciano Hersondrie Herman, Rennier Adul Rahman Latief, Erijal, dan Zakie Mubarak.

Hari menjelaskan, untuk kasus pemberian fasilitas pendanaan kepada PT Evio Sekuritas berawal ketika PT Danareksa Sekuritas sejak September 2014 sampai dengan November 2015 memberikan pembiayaan sebesar Rp105 miliar dengan cara melawan hukum.

Caranya, melakukan Repo dengan jaminan saham SIAP yang tidak memenuhi syarat dan memberikan pembiayaan trading (perdagangan saham) dengan tidak sesuai limit transaksi dan tidak melakukan forced sale atau penjualan paksa saham jaminan, sehingga bertentangan dengan Surat Keputusan Komite Pengelolaan Risiko PT Danareksa Sekuritas Nomor 001/KPR-DS/2011 tanggal Februari 2011.

"Sehingga mengakibatkan posisi atau outstanding pembiayaan oleh PT Danareksa kepada PT Evio Securities dan group yakni Rennier, Gregorius Edwin, Teguh Ramadhani, Reza Pahlawan, Suryananda Adriansyah (terafiliasi) hingga saat ini merugi sebesar Rp105.237.990.293 (Rp105,2 miliar lebih)," katanya.

Jumlah tersebut menjadi kerugian keuangan negara berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif dalam rangka Perhitungan Kerugian Negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor : 04/LHP/XXI/02/2020 tanggal 11 Februari 2020.

Terkait kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan direksi lama tersebut, pihak Danareksa Sekuitas di bawah kepemimpinan baru, menyatakan akan lebih selektif dalam melakukan pembiayaan dan meningkatkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.

Direktur Utama (Dirut) PT Danareksa Sekuritas, Friderica Widyasari Dewi, menyampaikan, tersangka kasus ini sudah tidak menjabat sebagai direksi di perusahaan. Ia menegaskan, kasus seperti ini jangan lagi terjadi.

"Orang yang tersangkut di kasus itu sudah eggak ada semua, kita membuka lembaran baru. Saat ini Danareksa sudah berubah kepemilikan," ujarnya saat konferensi pers di Jakarta.

Adapun komposisi kepemilikan saham saat ini, mayoritas dikuasai oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk setelah mengakuisisi sebesar 67% pada 2018 lalu. Sedangkan PT Danareksa (Persero) hanya mempunyai 33% saham.

782