Bantul, Gatra.com - Pameran seni Yogya Annual Art (YAA) #5 agaknya pameran seni perdana yang digelar secara langsung dengan melibatkan banyak seniman, karya, dan publik secara luas di masa pandemi di Yogyakarta. Dari materi karya hingga teknis penyelenggaraan pameran terpengaruh oleh Covid-19.
Pembukaan pameran YAA #5 ‘Hibridity’ di Sangkring Art Space, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dihadiri langsung oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada 4 Agustus lalu.
“Bu Menteri datang sehari sebelumnya naik mobil dari Jakarta. Mungkin dia ingin lepas sedikit. Saya lihat dia masih ada unsur manusiawinya karena biasa jalan jauh. Saya respek juga,” tutur pemilik Sangkring Art Space Putu Sutawijaya kepada Gatra.com, Kamis (13/8).
Retno datang atas undangan seniman Butet Kartaredjasa yang menyiapkan karya foto adiknya, mendiang Djaduk Ferianto, sebagai proyek spesial di pameran ini.
“Pameran ini berhubungan dengan publik secara luas, bukan hanya pelukis saja. Dibuka oleh tokoh publik dan mengundang orang. Kata Butet, ini pameran bersejarah,” kata Putu.
Sejumlah pameran seni memang telah digelar secara langsung di Yogyakarta belakangan ini, meski dalam skala terbatas dan tak melibatkan tokoh publik dan banyak hadirin. Ajang pameran terbesar, Artjog, baru dibuka secara daring akhir pekan lalu dan baru bisa dikunjungi publik September nanti.
Sejak dibuka hingga gelaran sampai 4 November 2020, YAA #5 dapat dinikmati secara langsung, bukan secara virtual. Sepanjang pameran, protokol kesehatan pun berlaku. Galeri menyediakan tempat cuci tangan dan sabun, serta membatasi pengunjung maksimal 100 orang.
Lanskap galeri menunjang protokol tersebut, karena terdiri tiga bangunan besar di satu area dan dipisahkan oleh ruang-ruang terbuka nan asri. Salah satu ruang juga dibuat semi-terbuka dan bersisian dengan hamparan sawah.
Di ketiga ruang ini, YAA #5 Hibridity memajang karya-karya dari 78 seniman. Bukan hanya dari Yogyakarta, melainkan juga perupa dari hampir semua provinsi di Jawa, serta Bali.
Sejumlah karya mengambil tema seputar pandemi. Karya berjudul Stay At Home, misalnya, dipilih oleh dua seniman yakni Bambang Herras dan Pandu Pribadi. Satu dari empat panel ‘Mengingat Sanggar Seniman Merdeka’ dari Syahrizal Pahlevi menampilkan para petugas dengan kostum hazmat dan dibubuhi tulisan ‘Covid-19’.
YAA #5 juga menghadirkan karya dua maestro yakni pelukis Djoko Pekik dan mendiang Bagong Kussudiardja, ayah Butet dan Djaduk. Pekik melukis maestro lain, Affandi beserta anaknya, sedangkan Bagong menuangkan gerak tarinya dalam kanvas.
Sesuai namanya, Putu menjelaskan, YAA rutin digelar tiap tahun. Tahun ini, YAA#5 disiapkan sejak empat bulan silam. Pandemi tak membuat ajang ini dibatalkan, ditunda, atau digelar secara virtual.
“YAA harus ada biar konsisten, masak perupa enggak bisa beri (pameran) real. Sebagai perupa, saya melihat pameran virtual jadi aneh dan lucu. Tidak seluwes 3D arsitek. Seni rupa belum menemukan format untuk eksibisi virtual. Enggak ada tamu enggak apa-apa, asal karya didisplay,” kata dia.
Menurut Putu, hingga kini tak ada panduan penyelenggaraan pameran seni dengan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. panitia pun menyiapkan secara mandiri hal itu, termasuk saat pengiriman dan pemasangan karya, serta terutama saat pembukaan untuk publik.
“Ini salah satu cara kami karena contohnya tidak ada. Tidak ada pendidikan (menggelar pameran seni) dengan kondisi pandemi seperti ini,” ujarnya.