Jakarta, Gatra.com - Pemerintah dan Asosiasi Pole and Line dan Handline Indonesia (AP2HI) sepakat untuk melakukan inspeksi bersama terkait ketengakerjaan di kapal maupun industri ikan untuk mencegah praktik perbudakan dan pelanggaran ketenagakerjaan lainnya.
Koordinator Nasional DFW Indonesia, Moh Abdi Suhufan, di Jakarta, Rabu (12/8), menyampaikan, komitmen tersebut disepakati dalam diskusi daring bertajuk "Jalan Menuju Inspeksi Bersama Ketenagakerjaan di Kapal Perikanan" yang digelar Destructive Fishig Watch (DFW) Indonesia dan Yayasan Plan Internasional Indonesia yang sedang bekerja sama melaksanakan SAFE Seas Project.
Abdi menyampaikan, diskusi ini menyikapi banyaknya kasus yang menimpa awak kapal dan tenga kerja asal Indonesia di industri pengolahan ikan karen kurangnya perlindungan tterhadap mereka.
Menurutnya, beberapa fakta yang ditemukan selama ini adalah perekrutan yang sarat tipu daya, human trafficking atau force labour, eksploitasi pekerja, gaji rendah, overtime, dan kondisi atau lingkungan kerja tidak layak.
Saat ini, lanjut Abdi, pengawasan atau Inspeksi tenaga kerja bagi awak kapal perikanan di Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri belum pernah dilakukan oleh pemerintah. Ini terjadi karena Kementerian Tenaga Kerja sebagai instansi yang memiliki mandat untuk melakukan pengawasan tenaga kerja, memiliki keterbatasan.
Keterbatasan itu, antara lain ketersediaan sumber daya manusia, belum adanya aturan teknis pelaksanan pengawasan awak kapal perikanan, dan belum adanya tools serta instrumen untuk melakukan inspeksi di kapal perikanan.
Guna mendukung inspeksi tersebut, perlu ada perencanaan strategis yang dilakukan secara bersama-sama di kapal perikanan. Perencanaan strategis bersama itu, nantinya untuk memasikan aspek panduan, tools inspeksi, dan mekansme inspeksi bersama.
Abdi mengatakan, saat ini terdapat 30 regulasi dan aturan terkait ketenagakerjaan dan perlindungan awak kapal perikanan. "Terdapat 30 regulasi dari UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Menteri terkait yang mengatur hal tersebut dan perlu didorong agar dapat diberlakukan secara efektif," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Pengawakan Direktorat Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Zulfikar, mengatakan bahwa KKP mendukung rencana inspeksi bersama ketenagakerjaan bagi awak kapal perikanan.
"Fokus inspeksi sebaiknya dilakukan pada 4 aspek penting yaitu kelengkapan dan keabsahan dokumen, pemeriksanaan ulang alat penangkapan ikan, memeriksa persyaratan ABK, dan pemeriksaan teknis dan nautis kapal perikanan,”" ujarnya.
Adapun Staf Senior Pengawas Ketenagakerjaan, Kementerian Tenaga Kerja, Gumilang, mengatakan bahwa saat ini pemerintah belum memiliki sistem basis data dan informasi yang terintegrasi mengenai awak kapal niaga dan kapal perikanan.
"Sistim basis data tersebut penting menjadi dasar untuk menentukan kebijakan strategis dan terpadu di antara para pemangku kepentingan," kata Gumilang.
Ketua Asosiasi Pole and Line dan Handline Indonesia (AP2HI), Yanti Djauri, mengatakan bawha AP2HI dengan 50 anggota berkomitmen melaksanakan bisnis yang bertanggung jawab, termasuk perlindungan ABK dan nelayan.
"AP2HI telah memperbaharui kode etik anggota dengan melarang penggunaan tenaga kerja paksa, perbudakan dan perdagangan orang, serta melakukan rekruitmen yang adil dan kondisi kerja yang layak" ujar Yanti.
Adapun Senior Program Officer ILO Indonesia, Lusiani Yulia, mengatakan, berdasarkan pembelajaran program ILO, pelaksanaan inspeksi bersama membutuhakn kerja sama semua pihak.
"Paling penting dan tidak boleh terlupakan adalah komitmen pengusaha dan pekerja untuk mau bekerja sama terlibat dalam program inspeksi tersebut," ujar Lusi.