Jakarta, Gatra.com - Direktur Eksekutif Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Triyono Gani mengungkapkan, tidak sedikit pelaku financial technology (fintech) meminta agar OJK memperketat aturan industri keuangan digital. Pasalnya, para pelaku fintech menilai, aturan yang ada di OJK masih terlalu mendasar dan kurang detil.
"Banyak sekali fintech yang minta agar aturan diperketat. Padahal kami sengaja membuat aturan yang lebih fleksibel," katanya dalam diskusi virtual, Rabu (12/8).
Triyono menjelaskan, industri fintech memiliki sifat lebih dinamis dibandingkan industri jasa keuangan konvensional lainnya. Terlebih, praktik fintech sangat bergantung pada teknologi.
Artinya, perkembangan fintech akan lebih cepat dibandingkan dengan industri keuangan lainnya. Sejalan dengan teknologi yang terus berubah dan semakin canggih.
"Itulah sebabnya, OJK membuat aturan yang tidak begitu ketat dan cenderung longgar," imbuhnya.
Namun, aturan yang cenderung longgar itu justru dipandang oleh pelaku fintech sebagai suatu keadaan yang sangat berisiko. Pasalnya, aturan longgar itu bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu termasuk pelaku usaha jasa keuangan atau perusahaan fintech melakukan pelanggaran seperti fraud, pencucian uang maupun predatory lending.
Sebaliknya, pengawasan terlalu ketat terhadap fintech dikhawatirkan dapat menghambat inovasi dan perkembangan industri tersebut. Sehingga, perlu terobosan dari sisi pengawasan agar industri ini terus tumbuh dengan tetap menerapkan prinsip-prinsip kepatuhan terhadap regulasi.
"Makanya kemudian kami buat regulatory technology (RegTech) dan supervisory technology (SupTech), yang mana kami harapkan bisa menjadi solusi pengawasan industri fintech," ujar dia.
Sebagai informasi, Regtech dan SupTech merupakan salah satu cara antisipasi pelanggaran pada industri fintech dengan memanfaatkan teknologi seperti basis data atau data base, kecerdasan buatan atau artificial intelligent hingga blockchain. Sehingga, pengawasan terhadap tata kelola, transaksi, kepatuhan hingga kewajiban pelaporan dapat lebih cepat dan mudah.
"Sekarang, dengan teknologi artificial intelligent, data analytics ada harapan melihat sisi yang tidak pernah terlihat sebelumnya, the darkside," jelasnya.
Sementara itu, selama pandemi, Triyono bilang, fintech justru mengalami perkembangan pesat. Itu dapat terjadi karena kebanyakan perusahaan fintech mengubah strategi pemasarannya, dengan lebih mengedepankan kepentingan dan kebutuhan konsumen.
"Ini dengan menawarkan solusi yang simple dan mempercepat pelayanan mereka. Sehingga, pada akhirnya cost product dan servis mereka akan semakin rendah. Makanya bisa tambah tinggi pertumbuhannya selama pandemi Covid ini," tandas dia.