Semarang, Gatra.com - Sidang perkara kasus dugaan pelanggaran Hak Cipta Nyonya Meneer, yang diajukan oleh ahli waris Nyonya Meneer, Charles Saerang melawan PT Bhumi Empon Mustiko (BEM), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, kembali berlangsung di Pengadilan Niaga Semarang, Selasa (11/8)
Sidang dengan pemeriksaan saksi ahli ini menghadirkan, dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Suyud Margono dari pihak penggugat.
Dihadapan majelis hakim yang dipimpin Muhammad Yusuf, Suyud menjelaskan, bahwa ada perbedaan hak cipta antara potret dengan sebuah merek.
"Potret yang digunakan dalam sebuah merek itu berbeda. Sebab, potret merupakan tampilan perwajahan. Sedangkan, merek adalah tanda grafis, berupa susunan angka atau huruf, warna, hologram, gambar 3 dimensi atau 2 dimensi," jelasnya.
Ia menilai, pemakaian potret Nyonya Meneer atau Lauw Ping Niaw pada produk minyak telon yang dikeluarkan oleh PT.BEM telah melanggar Pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta.
"Apabila dilanggar maka dapat dijerat pidana dengan pidana denda paling banyak Rp 500 juta," sebutnya.
Mendengar hal tersebut, kuasa hukum tergugat, menanyakan kepada saksi ahli, jika potret tersebut merupakan bagian dari yang sudah didaftarkan bagaimana?
Namun, dengan tegas Suyud menjawab, pendaftaran itu tidak dapat diterima jika ada potret seorang manusia di dalamnya.
"Seharusnya pendaftaran itu tidak diterima jika ada potret," imbuhnya.
Sementara itu, ahli waris Nyonya Meneer Charles Saerang mengaku, dirinya tidak pernah memberikan izin pemakaian foto leluhurnya di produk minyak telon itu.
"Saya tidak pernah memberi atau dimintai izin oleh siapapun terkait pemasangan foto nenek saya di produk minyak telon oleh PT BEM," tegasnya.
Menurutnya, pemakaian foto Nyonya Menner di produk minyak telon PT BEM, telah melukai hatinya sebagai ahli waris sah dari perusahaan jamu legendaris ini.
"Bayangkan kalau nenek kalian diperlukan semena-mena seperti ini. Siapapun pasti akan marah dan tidak terima," tandasnya.