Home Gaya Hidup Perempuan Perkasa Bertameng Wajah dalam Tari Keraton Yogya

Perempuan Perkasa Bertameng Wajah dalam Tari Keraton Yogya

Yogyakarta, Gatra.com - Keraton Yogyakarta mementaskan tari klasik memperingati hari lahir sang raja, Sri Sultan Hamengkubuwono X. Seluruh penari dan pemain gamelan menaati protokol kesehatan.

Pentas tari Srimpi Muncar digelar di Bangsal Kasatriyan Keraton Yogyakarta dan ditayangkan langsung secara daring di media sosial Keraton, Senin (10/8) malam.

Tarian ini termasuk Yasan Dalem atau tari karya raja Keraton Yogyakarta, yakni Sri Sultan HB VI (1855-1877), kemudian disempurnakan pada era Sultan HB VIII (1921-1939).

Srimpi Muncar mengambil cerita dari Serat Menak tentang pertarungan antara Dewi Adaninggar dan Dewi Kelaswara. Mereka berduel untuk memperjuangkan cinta Wong Agung Jayengrana.

Kedua putri pilih tanding itu saling adu ketangkasan dan kekuatan, termasuk sambilmemainkan keris dan cundrik, hingga akhirnya Dewi Kelaswara memenangkan pertarungan.

Salah satu penata gerak tari ini, Nyi Mas Riyo Murtiharini, menjelaskan Srimpi Muncar terakhir dipentaskan pada 2014.

“Tantangannya kali ini menyatukan rasa antar penari karena setiap penari punya gaya sendiri. Apalag sekarang ada pandemi dan kami hanya beberapa kali latihan. Tantangan menyatukan rasa itu yang susah,” tutur dia dalam kanal Youtube Keraton Yogyakarta.

Pementasan tari ini edisi spesial dari Uyon-Uyon Hadiluhung atau pertunjukan permainan gending Jawa khas Keraton tiap Selasa Wage, hari lahir SUltan HB X.

Selama masa tanggap darurat bencana Covid-19, acara ini digelar tanpa reservasi dan penonton. Protokol kesehatan diterapkan oleh semua peserta acara, yakni dengan menjaga jarak, mengukur suhu, mencuci tangan dan mengenakan masker.

Dibalut kebaya warna cerah biru dan merah muda, sambil gemulai menyelaraskan gerak, empat penari utama yang berperan sebagai para perempuan perkasa itu tampak mengenakan tameng wajah atau face shield. Demikian juga 20 pengiringnya dan 35 wiyaga atau pemain gamelan yang memakai masker.

Sambil menaati protokol pencegahan pagebluk, abdi dalem Keraton Yogyakarta ini melestarikan budaya selama tak kurang tiga jam hingga jelang tengah malam.

849