Solo, Gatra.com - Yayasan Pawiyatan Kabudayan Karaton Surakarta Hadiningrat berupaya melestarikan budaya busana adat Dodot. Untuk pelestarian budaya ini, Keraton Surakarta Hadiningrat bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ketua Yayasan Pawiyatan Kabudayan Karaton Surakarta Hadiningrat, GKR Wandhansari mengatakan pakaian Dodot mulai muncul di era Pakubuwono (PB) VII. Pakaian ini menjadi salah satu bentuk kekayaan budaya Keraton.
"Kami angkat dodotan, karena baju ini masih sedikit dikenal masyarakat, padahal bisa dibilang merupakan busana wajib saat upacara adat di keraton, khususnya saat grebeg," ucap GKR Wandansari dalam Workshop Busana Adat Karaton Surakarta Hadiningrat di Kusuma Sahid Prince Hotel (KSPH), Solo Minggu (9/8).
Perempuan yang akrab disapa Gusti Moeng ini mengatakan acara tersebut diharapkan bisa menjadi salah satu bentuk cara melestarikan budaya Jawa melalui busana. Sehingga busana adat Jawa yang adi luhur dan memiliki banyak filosofi tidak hilang tergerus jaman.
Dalam setiap acara adat, baik grebeg hingga Tingalan Jumenengan pakaian ini selalu dikenakan. Bahkan pada Tingalan Jumenengan PB XII, semua putra-putri PB XII mengenakan pakaian ini. "Sayangnya semenjak keraton ditutup tradisi ini sudah tidak dijalankan," ucapnya.
Ada empat dari 32 busana Dodotan yang direkonstruksi olehnya. Diantaranya Dodotan untuk lurah, bupati Anom, pangeran atau Sentono Dalem hingga Adipati Anom. "Kalau ditotal ada lebih dari 50 jenis, tapi saat ini baru 32 jenis saja yang saya rekonstruksi. Dan untuk perempuan juga ada, jenisnya juga banyak," ucapnya.