Indragiri Hulu, Gatra.com - Lelaki 38 tahun itu nampak sumringah usai menghitung karung berisi pupuk organik di bak mobil pick up itu, dua hari lalu.
Beberapa lembar uang Rp100 ribu pun berpindah ke tangannya. "Alhamdulillah, makin hari makin banyak saja yang membeli," cerita Edy Priatno kepada Gatra.com di lokasi pembuatan pupuk organik itu di kawasan Desa talang Jerinjing Kecamatan Rengat Barat, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau.
Tak hanya dari tiga kecamatan terdekat yang sudah membeli pupuk itu, tapi dari kecamatan di kabupaten tetangga, Pelalawan, pun sudah ikut memesan.
Itulah makanya kata ayah dua anak ini, dia bersama tim kerjanya semakin semangat untuk menghasilkan pupuk organik hingga 450 ton sebulan. "Kalau sekarang produksi kami baru di angka 30 ton. Maklumlah, peralatan produksi masih sangat terbatas," ujar kepala Desa Talang Jerinjing ini, wajahnya nampak serius.
Adalah limbah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT. Sawit Swakarsa Rakyat (SSR) di kampungnya itu yang membikin otak Edy berputar untuk membantu warganya yang selama ini kelimpungan soal pupuk.
Tak hanya mereka yang berusaha di sektor palawija, tapi juga pekebun kelapa sawit. "Dari dua tahun lalu saya terpikir terus untuk memanfaatkan limbah itu. Ada fiber jangkos, solid, abu boiler dan limbah cair. Semua ini sangat bisa dimanfaatkan," kata sarjana Teknik Kimia ini.
Tahun lalu, Edy pun bertandang ke PKS itu. Segala apa yang terbersit diotaknya soal limbah tadi, dia utarakan kepada pimpinan pabrik.
Gayung bersambut. PKS itu tak hanya berkenan memberikan limbahnya untuk diolah Edy menjadi pupuk, tapi lahan seluas 1,3 hektar juga dipersilahkan untuk dipakai Edy mewujudkan impiannya itu.
Singkat cerita, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Berkah Mandiri Desa Talang Jerinjing pun dijadikan sebagai unit usaha penghasil pupuk itu. "Sampai sekarang sudah hampir Rp1 miliar duit yang habis untuk modal membikin pupuk dan juga mendirikan pabrik itu. Kami masih butuh biaya lagi. Sebab untuk membikin usaha ini sesuai dengan rencana 450 ton perbulan tadi, biaya yang habis sekitar Rp1,8 miliar," katanya.
Edy tak menampik, sederet cibiran sempat hinggap di telinganya. Belum lagi tudingan tak sedap. "Bagi saya, itu warna-warni hidup. Pasti akan ada saja yang enggak suka dengan apa yang kita lakukan," kata Edy tertawa.
Lelaki ini yakin, BUMDesnya akan maju dengan usaha pupuk tadi. "BUMDes dapat untung, petani terbantu dan unsur hara tanah pun terjaga lantaran yang dipakai petani bukan pupuk kimia," ujarnya.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Inhu, Paino, sudah tahu tentang apa yang sedang dilakukan oleh Edy tadi. Dan bahkan, Paino sendiri justru diminta Edy sebagai pembina.
"Usaha itu akan jadi percontohan bagi desa-desa lain di Inhu yang kebetulan ada PKS nya, bahkan di Riau. Alhamdulillah, usaha itu juga tak lepas dukungan perusahaan di desa itu. Ini yang kita suka. Perusahaan mau menyokong desa untuk mengelola sesuatu menjadi sumber penghasilan baru. Dengan pengasilan baru ini tentu masyarakat juga akan tertolong," puji Paino.
Bagi PT SSR, mendukung program desa seperti yang disodorkan Edy tadu, sudah menjadi kewajibannya.
"Kami tidak hanya mencari untung di desa ini, tapi juga mendukung dan membantu BUMDes nya untuk membangkitkan perekonomian desa," kata Humas PT SSR, Anggi.