Jakarta, Gatra.com - Tim penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Direktur PT Corfina Capital 2017- sekarang, Bambang Subianto, dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono, di Jakarta, Jumat (7/8), menyampaikan, penyidik memeriksa Bambang Subianto, sebagai saksi bagi tersangka korporasi tempatnya bekernya.
Selain Bambang Subianto, saksi untuk tersangka korporasi PT Corfina Capital ini, penyidik memeriksa seorang saksi lainnya, yakni Fund Manager PT Corfina Capital 2013-2016, Iwan Triadji.
Sedangkan untuk tersangka korporasi PT Maybank Asset Management, penyidik memeriksa satu orang saksi, yakni ?Head of Sales PT OCBC Sekuritas Indonesi, Fitra Sie.
Menurut Hari, ketia orang saksi di atas merupakan pengurus maupun karyawan manajer investasi sangat diperlukan keterangannya untuk mengungkap sejauh mana peran mereka dalam menjalankan perusahaannya.
Selain itu, bagaimana kaitan perusahaan dan para saksi soal jual beli saham dari pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang terjadi di Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan tentang pencegahan penularan Covid-19," ujar Hari.
Dalam kasus ini, pada tahap pertama, Kejagung menetapkan 6 tersangka, yakni Direktur Utama (Dirut) PT Hansos International Tbk, Benny Tjokrosaputro (Bentjok), dan mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Harry Prasetyo (HP).
Kemudian, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat (HH); mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya, Hendrisman Rahim (HR); pensiunan PT Asuransi Jiwasraya, Syahmirwan (SYM), Direktur PT Maxima Integra, Joko Haryono Tirto (JHT).
Setelah itu, Kejagung menetapkan tersangka klaster kedua atau jilid dua, terdiri 13 korporasi atau perusahaan dan seorang pejabat OJK. Ke-13 korporasi juga ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencucian uang dalam kasus ini.
"Ketigabelas korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka adalah perusahaan management investasi yang diduga terlibat dalam proses jual beli saham PT Asuransi Jiwasraya," kata Hari, Kamis (25/6).
Adapun 13 korporasi tersebut yakni PT Dhanawibawa Manajemen Investasi atau PT Pan Arcadia Capital (DMI/PAC), PT OSO Manajemen Investasi (OMI), PT Pinnacle Persada Investama (PPI), PT Millenium Danatama Indonesia atau PTMillenium Capital Management (MDI/MCM).
Selanjutnya, PT Prospera Asset Management (PAM), PT MNC Asset Management (MNCAM), PT Maybank Asset Management (MAM), PT GAP Capital (GAPC), PT Jasa Capital Asset Management (JCAM), PT Pool Advista Asset Management (PAAA), PT Corfina Capital (CC), PT Treasure Fund Investama Indonesia (TFII), dan PT Sinarmas Asset Management (SAM).
Kejagung menerapkan sangkaan berlapis kepada ke-13 perusahaan atau korporasi tersebut. Sangkaan kesatu primair, yakni diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan untuk subsidairnya, diduga melanggar Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sangkaan keduanya, pertama; diduga melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP atau kedua, Pasa 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Adapun pejabat OJK yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yakni Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A periode Februari 2014 sampai dengan Februari 2017 yang kemudian diangkat sebagai Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II periode Februari 2017 sampai dengan sekarang, Fakhri Hilmi (FH).
"Pasal yang disangkakan kepada tersangka FH adalah primair; Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 56 KUHP. Susidair, Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 56 KUHP," katanya.