Yogyakarta, Gatra.com - Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta pada triwulan II 2020 minus 6,74. Pemda DIY mengandalkan pembayaran pemerintah pusat atas pembangunan tol dan investasi sektor swasta.
Hal itu disampaikan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, di kompleks Pemda DIY, Kepatihan, Kota Yogyakarta, Kamis (6/8), usai menerima kunjungan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki.
“Moga-moga pengosongan tanah, yang mulai dipatoki Agustus ini, September-Oktober sudah ada pembayaran. Itu berapa miliar. Itu sampai akhir Desember kan bisa membantu pertumbuhan ekonomi Yogyakarta. Harapan saya di situ,” kata Sultan.
Sultan menjelaskan potensi ekonomi terbesar di DIY datang dari dunia pariwisata dan mahasiswa. Namun karena pandemi Covid-19, pariwisata DIY belum dibuka sepenuhnya dan mahasiswa belum masuk kuliah setidaknya hingga September.
“Sumbangan belanja sama masuk objek (wisata) apa cukup mendongkrak pertumbuhan? Iya, tapi sangat kecil. Tapi kalau mahasiswa sudah jelas, Rp6,7 triliun masuk,” ujar Raja Keraton Yogyakarta ini.
Menurutnya, saat ini pemda DIY dan kota/kabupaten mesti berembug untuk mengucurkan APBD Perubahan demi pembangunan di sisa tahun 2020. “Bangun gorong-gorong empat bulan harus bisa dilakukan. Yang penting duit keluar supaya peredaran uang lebih banyak. Jangan malah util (perhitungan), dalam arti dibatasi,” kata dia.
Sultan mengakui kondisi ekonomi DIY di kuartal II ini sulit. Apalagi peredaran uang minim jika hanya mengandalkan dana Pemda DIY dan perputaran uang di tengah 3,7 warga DIY. Kondisi ini tertolong jika ada investasi sektor swasta masuk ke DIY.
“Misal anggaran kabupaten /kota Rp25 triliun. Saya kira dengan masyarakat 3,7 juta orang itu itu 36 persen untuk memberi pertumbuhan ekonomi. Berati swasta 64 persen, dua kali lipatnya. harus ada Rp50 triliun yang masuk. Kalau ada Rp75 trliun berarti tumbuh 3-5 persen,” hitung Sultan.
Sebelumnya, Rabu (5/8), Badan Pusat Statistik DIY menyatakan pertumbuhan ekonomi DIY minus 6,74 persen pada triwulan II 2020. Capaian ini terkontraksi lebih besar daripada kondisi triwulan I yang minus 0,17 persen.
Dibanding pertumbuhan periode yang sama tahun lalu, kondisi ini seakan berbalik arah karena ketika itu ekonomi DIY tumbuh hingga 6,77 persen.