Murai menjadi kegemaran baru masyarakat. Kicaunya bisa menghasilkan pundi-pundi. Cuitan Murai perlu disekolahkan agar lebih merdu.
Jejeran kandang itu dihuni sekitar 50 ekor burung murai batu. Mereka, yang berasal dari beragam daerah di seluruh penjuru Pulau Jawa bahkan hingga Medan, memang sedang mondok di lokasi yang terletaj di Jalan Godean Kilometer 4, Sleman, Yogyakarta, itu.
Tak kurang dari enam bulan atau satu semester, murai-murai batu ini belajar mencuit. Caranya, murai yang baru masuk akan dimentori oleh murai yang lebih senior. Begitu model pendidikan di sekolah burung ini. "Saya taruh terpisah di rumah lain, supaya aman dari pencurian," ujar Rachmad Saleh, pemilik UTJ Murai Boarding School, kepada Gatra pada Rabu, 29 Juli lalu.
Mahasiswa Universitas Teknologi Yogyakarta ini mengaku mencintai kicau burung sejak kecil. Pada 2015, dia mulai terinsipirasi untuk melatih tiga ekor burung murai batu. “Cuma pakai rekaman dari MP3 ternyata masuk semua,” ujar pria 22 tahun ini.
Cocok dengan aktivitas melatih kicauan, dia lantas mulai merintis sekolah untuk melatih cuitan murai batu. "Murai batu ini paling pinter berkicau dan menirukan suara lain. Dia bunyi terus. Orientasinya juga untuk menang di lomba-lomba kicau," tuturnya.
Tapi, Rachmad mulai mengembangkan metodenya sendiri. Tak lagi menggunakan rekaman dari MP3, dia mulai melatih murai menggunakan tenaga ahli atau mentor yang diisi oleh burung kolibri dan cilicin. Jumlah mentor harus disesuaikan dengan murai yang akan dilatih. Jadi, satu burung satu mentor. “[Untuk mentor] saya hunting sendiri," kata dia.
Usahanya untuk membuka sekolah burung ini baru terlaksana pada medio 2018. Rachmad dengan bantuan empat orang lainnya melatih murai hingga enam bulan dengan tiga kelas: anakan, dewasa, dan fasih kicau. Tarifnya sekitar Rp400.000. "Saya lihat para kicau mania (penggemar burung) itu sering enggak ada waktu melatih burung karena harus bekerja," ujarnya.
Teknisnya, murai batu dijajarkan dengan burung mentor supaya mengikuti kicauan si mentor. "Perawatannya biasa. Yang paling penting menjaga kebersihan burung, seperti dimandikan, dan membersihkan kandang tiga-empat kali seminggu. Burung lalu diangin-anginkan," ujarnya.
Bagi Rachmad, sekolah kicau ini sebenarnya sudah cukup banyak berdiri, hanya saja keberadaannya cuma bisa didengar dari bisik-bisik para kicau mania. Seringkali, para kicau mania ini juga merahasiakan sekolah si murai untuk menjaga rahasia kicauan.
Hal ini tentu dapat dipahami. Karena, kicau mania tidak tidak hanya memelihara murai batu untuk kelangenan semata. Melainkan juga untuk kepentingan lomba dan jual-beli dengan harga tinggi. Jika direratakan, harga murai batu ini cukup mahal, hingga Rp2,5 juta. "Tapi kalau kicauannya bagus, harganya bisa Rp50 juta sampai Rp200 juta. Belum ada patokannya, tergantung yang suka," katanya.
Selain 50-an burung yang tengah sekolah, Rachmad telah meluluskan 20-an burung sebagai alumni. Salah satunya punya harga beli Rp3,5 juta. “Tapi karena bunyi terus, dia dijual Rp14 juta," kata Rachmad.
Benar memang apa yang dikatakan Racmad ketika para kicau mania tidak punya waktu untuk mengurusi murainya. Seperti Bayu Aji, yang mulanya hanya kasihan pada burung murainya. Karena, tiap hari harus kerja hingga kerap ke luar kota, warga Maguwoharjo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, ini menyekolahkan murainya ke UTJ Murai Boarding School yang kini sedang hits di Yogyakarta. “Daripada enggak keurus," kata Bayu kepada Gatra pada Senin, 3 Agustus lalu.
Terlebih, sebagai penghobi burung, ia sudah kenal lama dengan Rachmad Saleh, penggagas sekolah burung itu. Alhasil pada tahun lalu, dia menitipkan salah satu murai trotol atau anakan ke sana.
"Saya sekolahkan sampai tujuh bulan. Tiap dua bulan di-update lewat foto dan video. Tujuannya, burung dibiasakan bersuara seperti master. Selain itu juga melatih burung jadi cerdas dan mandiri,” ujar dia sambil bilang membayar biaya sekolah burung Rp400.000 per bulan.
Murai Batu milik Bayu pun sudah pintar berkicau. Hasil ini akhirnya membuat Bayu akan menyekolahkan lagi murai lain yang dimilikinya. Saat ini, dua murai miliknya sudah berstatus alumni dari UTJ Murai Boarding School. Sementara itu, tiga ekor lainnya sedang menempuh studi.
Murai milik Bayu, sebelum pandai berkicau, dihargai Rp3 juta-Rp7 juta. Tapi, harga ini melonjak ketika sudah lulus dari UTJ Boarding School. Dua murai Bayu misalnya laku Rp14 juta dan Rp6 juta.
Penggemar burung membeli tinggi murai itu karena kemampuan kicaunya potensial menang lomba kicau. "Suaranya keras. Gaya tarungnya sampai sujud-sujud segala," kata dia
Sejumlah lomba kicau burung juga jadi ajang bergengsi penghobi murai kicau. Di Yogyakarta ada Piala Raja, sementara skala nasional ada President Cup. "Selain supaya burung tidak liar, disekolahkan itu targetnya supaya menang lomba. Tapi saya lebih ke jual-beli untuk lomba itu. Hitungannya masih pemain pinggiran," kata dia.
Aditya Kirana dan Arif Koes Hernawan (Yogyakarta)
Penilaian Murai
Suara
Irama
Volume
Mutu Suara
Gaya
Kestabilan
Fisik