Jakarta, Gatra.com - Tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta keterangan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi, sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam importasi tekstil pada Dirjen Bea dan Cukai tahun 2018-2020.
"Pemeriksaan dilakukan guna mencari serta mengumpulkan bukti tentang tata laksana proses importasi barang (komiditas perdagangan) dari luar negeri," kata Hari Setiyono, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, di Jakarta, Selasa (28/7).
Hari menjelaskan, pemeriksaan saksi Heru ini, khusunya soal tata laksana soal tekstil dari India yang mempunyai pengecuali tertentu dengan barang importasi lainnya.
"[Pemeriksaan juga untuk] mencari fakta apakah yang dijalankan para tersangka sudah sesuai aturan," katanya.
Kemudian, lanjut Hari, penyidik juga meminta keterangan saksi sebagai top management mengetahui tentang perbuatan atau tata cara yang dilaksanakan oleh para tersangka atau tidak.
"Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan tentang pencegahan penularan Covid-19," katanya.
Dalam kasus ini, Kejagung menetapkan 5 orang tersangka, di antaranya Kabid Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai (PFPC) pada Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Batam, Mukhamad Muklas (MM); dan Kepala Seksi Pabean dan Cukai (PPC) III pada KPU Bea dan Cukai Batam, Dedi Aldrian (DA).
Kemudian, Kepala Seksi Pabean dan Cukai (PPC) I pada KPU Bea dan Cukai Batam, Hariyono Adi Wibowo (HAW); Kepala Seksi Pabean dan Cukai (PPC) II pada KPU Bea dan Cukai Batam, Kamaruddin Siregar (KA); dan Pemilik PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima, Irianto (IR).
Penetapan kelima orang tersangka tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor : PRINT-22/F.2/Fd.2/04/2020 tanggal 27 April 2020 dan Nomor : PRINT-22a/F.2/Fd.2/05/2020 tanggal 6 Mei 2020.
Menurut Hari, awalnya tim penyidik melakukan gelar perkara yang diikuti oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono, dan Direktur Penyidikan Febrie Ardiansyah.
"Hasil gelar perkara atau ekspose terhadap perkara tersebut langsung diumumkan telah menetapkan 5 orang tersangka," ujarnya.
Sementara itu, lanjut Hari, pada saat bersamaan, tim penyidik juga memeriksa 3 orang saksi dalam perkara ini. Ketiganya yakni Kamaruddin Siregar, Dedi Aldrian, dan Haryono Adi Wibowo.
"Ketiganya merupakan pegawai KPU Bea Cukai Batam yang bertanggung jawab dalam bidang pelayanan pabean dan cukai di KPU Bea Cukai Batam," ujarnya.
Ketiga orang tersebut sering melayani dan berhubungan dengan pengurus PT Flemings Indo Batam (PT FIB) dan pengurus PT Peter Garmindo Prima (PT PGP) sebagai importir tekstil dari Singapura ke Batam.
Pemeriksaan saksi tersebut dilakukan guna mencari serta mengumpulkan bukti tentang tata laksana proses importasi barang (komoditas dagang) dari luar negeri, khususnya untuk tekstil dari India yang mempunyai pengecualian tertentu dengan barang importasi lainnya, baik secara aturan atau prosedur maupun kenyataannya yang terjadi atau dilaksanakan oleh ketiga saksi tersebut.
"Setelah selesai pemeriksaan ketiga saksi, berdasarkan alat bukti yang sudah berhasil dikumpulkan oleh Tim Jaksa Penyidik, ketiga saksi tersebut ditetapkan sebagai tersangka bersama 2 orang lainnya," kata Hari.
Kejagung menjerat mereka melanggar Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP sebagaimana sangkaan primair, Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP yang merupakan sangkaan subsidiair.
Penyidik kemudian menahan 3 tersangka yang baru menjalani pemeriksaan, yakni Kamaruddin Siregar, Dedi Aldrian, dan Haryono Adi Wibowo. Mereka ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) untuk waktu selama 20 hari terhitung mulai hari ini Rabu 24 Juni 2020 sampai dengan 13 Juli 2020.
Seperti diberikan sebelumnya, perkara ini bermula pada periode tahun 2018 sampai dengan April 2020, tersangka MM selaku Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Batam, DA, HAW, dan KS masing-masing selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai I, II dan III pada Bidang Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Batam telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam proses importasi produk kain.
Importasi produk kain tersebut dilakukan melalui Kawasan Bebas Batam bersama dengan tersangka IR, selaku Pemilik PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima dalam kegiatan impor produk kain sebanyak 566 kontainer.
Modusnya, mereka mengubah invoice dengan nilai yang lebih kecil untuk mengurangi Bea Masuk yang harus dibayar oleh PT FIB dan PT PGP dan mengurangi volume dan jenis barang dengan tujuan mengurangi kewajiban Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) dengan cara menggunakan Surat Keterangan Asal (SKA) yang tidak benar.
"Hal tersebut menjadi salah satu penyebab banyaknya produk kain impor di dalam negeri sehingga menjadi penyebab kerugian perekonomian Negara," ujarnya.