Jakarta, Gatra.com - Politikus PDI Perjuangan, Dwi Ria Latifa mengatakan, salah satu pelajaran berharga yang dia ambil dari peristiwa Kudatuli adalah kebesaran hati Megawati Soekarnoputri melawan tirani Orde Baru dengan tetap mengedepankan jalur hukum.
"Tim hukum di bawah komando Pak R.O. Tambunan menghargai permintaan ibu Megawati yang meminta TPDI melakukan proses hukum untuk melawan kezaliman ini. Ini satu awal persitiwa baru dari para politisi melawan kezaliman Orde Baru dengan suatu proses hukum," kata Latifa dalam diskusi bertajuk Huru-hara di Pengujung Orba: Refleksi Tragedi 27 Juli 1996, Senin (27/7).
Latifa yang saat itu menjadi anggota Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) mengatakan, saat itu banyak pihak yang pesimis terhadap langkah Megawati menggugat pemerintah atas persitiwa Kudatuli yang memakan korban jiwa. Ibarat ingin merobohkan tembok kokoh, langkah Megawati menempuh jalur hukum dinilai tak mungkin berhasil.
"Tapi Bu Mega tetap kukuh melakukan proses hukum. Saat rapat dengan TPDI, Bu Mega bilang, "masa dari segitu banyak hakim di seluruh Indonesia, tidak ada yang punya hati nurani melihat peristiwa ini," kata Latifa mengulang ucapan Megawati.
Atas dasar itu, akhirnya TPDI melakukan gugatan atas seluruh peristiwa pelanggaran HAM yang dilakukan Orde Baru.
"Jadi bukan hanya peristiwa 27 Juli 1996 yang kami gugat, tetapi juga peristiwa-peristiwa lain yang kami punya saksi dan bukti," katanya.
"Dari sekian banyak gugatan yang kami layangkan, hanya satu kasus di Pekanbaru yang diputus oleh Hakim Tobing. Kasus ini kemudian menjadi yurisprudensi bagi penyelesaian kasus lain dan membuat kami semakin optimis melakukan gugatan," ujar Latifa.
Belajar dari peristiwa Kudatuli, kata Latifa, PDIP secara kelembagaan hingga saat ini konsisten menempuh jalur hukum setiap kali menghadapi tekanan.
"Dari situ Megawati menjadi contoh bahwa kezaliman dilawan dengan prosedur hukum. Bahkan sampai hari ini PDIP konsisten, apa pun yang terjadi kami akan menempuh jalur hukum," kata Latifa.