Jakarta, Gatra.com - Pandemi Covid-19 praktis membuat lumpuh berbagai sektor kehidupan di dunia. Bahkan di Indonesia, dampak virus SARS-CoV-2 tidak hanya memukul negara dari sisi kesehatan, sosial dan ekonomi saja, tapi juga di sisi pendidikan.
Agar tidak membuat negara semakin sekarat, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) adalah salah satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Namun, ternyata PJJ menimbulkan masalah lain di dunia pendidikan, yakni ketimpangan. "Di Lampung, ada pencurian laptop, agar anaknya bisa sekolah melalui PJJ. Di Rembang, (ada) yang sekolah sendirian karena tidak memiliki HP. Masih ada banyak kesenjangan sosial dan ekonomi yang terjadi," kata perwakilan Organisasi Poros Pelajar Tingkat Pusat Hafizh Syafaaturahman, Selasa (28/7).
Padahal, pembangunan hak-hak pelajar dan anak harus menjadi pijakan utama dalam menciptakan sumebr daya manusia yang bisa berdaya saing. Sehingga anak-anak Indonesia menjadi generasi emas dan gerasi tebaik.
Hingga akhirnya, Indonesia memiliki masa depan pendidikan yang cerah sesuai dengan amanah UUD 1945. "Oleh sebab, itu kami dari Organisasi Poros Pelajar Tingkat Pusat memberikan pernyataan tegas kepada Kemendikbud," lanjut Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) itu.
Pertama, pemerintah harus menyama-ratakan hak dari seluruh siswa di Indonesia. Sebab, berdasar UUD 1945, pendidikan merupakan hak semua bangsa.
"Bukan semata-mata mereka yang memiliki uang saja yang bisa mendapatkan akses pendidikan. Tetapi mereka yang miskin dan berada di kawasan 3T perlu dan wajib mendapat pendidikan," ujar Hafizh.
Kedua, Pemerintah Pusat yang dalam hal ini Kemendikbud, harus terjun langsung dalam melindungi dan menjaga anak-anak. Termasuk dalam mendapatkan akses pendidikan, baik secara tatap muka maupun daring.
Khusus di tengah wabah covid-19 ini, pemerintah juga perlu mengingat, tidak semua daerah mendapatkan akses dan ketersediaan internet maupun gawai. Ini lah yang kemudian harus menjadi prioritas pemerintah, agar tidak lagi terjadi kesenjangan yang nyata antara anak daerah dan perkotaan.
"Ketiga, Organisasi Poros Pelajar Tingkat Pusat mendesak Kemendikbud untuk mencari solusi pembelajaran yang sekarang menelantarkan anak-anak yang termarjinalkan, yang tidak punya laptop dan gawai untuk akses pembelajaran," tegasnya.
"Kami Organisasi Poros Pelajar Tingkat Nasional mengingatkan kepada pemangku kebijakan yang dalam hal ini pemerintah pusat untuk lebih fokus dalam memperbaiki nasib pendidikan di Indonesia," imbuh Hafizh.
Selanjutnya, Organisasai Poros Pelajar Tingkat Pusat juga meminta, agar pemerintah senantiasa menekankan arti pentingnya pendidikan karakter dan pendidikan yang berpihak kepada pelajar. Selain itu, pemerintah juga harus hadir ditengah anak-anak.
Bukan persoalan fasilitas, tetapi sebagai bentuk kepedulian dan memberikan hak serta kewajiban terhadap anak.
"Kami mengutuk keras lambatnya gerak Kemendikbud dalam mengatasi kesenjangan pendidikan yang terjadi di Indonesia.Kepada Kemendikbud, kami minta agar bisa fokus dalam membangun pendidikan ditengah pandemi Covid-19," kecamnya.
Terakhir, Organisasi Poros Pelajar Tingkat Pusat juga meminta agar Kemendikbud mengkaji ulang sejarah organisasi besar Indonesia, yang selama ini terus fokus dalam mencerdaskan bangsa Indonesia. Bahkan jauh sebelum negara ini merdeka.
"Semoga hal ini menjadi salah satu percikan cahaya kebaikan bagi pendidikan di Indonesia, serta membangun kesadaran bagi kita semua untuk menekankan arti pentinya perlindungan hak-hak anak/pelajar untuk menuntut ilmu," tutup Hafizh.