Siak, Gatra.com - Juru Bicara Badan Anggaran (Banggar) DPRD Siak Marudut Pakpahan menyarankan Pemkab Siak untuk mengevaluasi keberadaan sejumlah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang tidak memberikan kontribusi terhadap daerah.
Dari 6 BUMD yang dimiliki Pemkab Siak saat ini, ada 3 BUMD yang dinilai mandul alias nol pendapatan yang disetor untuk daerah setiap tahunnya.
"Contohnya seperti PT Siak Pertambangan Energi (SPE), sudah bertahun-tahun tak berkontribusi untuk daerah, tapi masih dipertahankan. Ini harus dievaluasi. Kita minta Bupati Siak ganti direktur BUMD yang mandul itu," kata Maradut, usai membacakan pandangan Banggar terhadap LKPJ APBD Siak tahun 2019, pada sidang paripurna, Senin (27/7).
Hal senada disampaikan anggota Banggar Syamsurizal Budi. Ketua Demokrat Siak ini mendesak agar Bupati melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keberadaan 6 BUMD yang dimiliki Pemkab Siak.
"Wajib dievaluasi, kita desak juga Bupati Siak berani bersikap terhadap direktur BUMD yang tak produktif. Kalau tak punya kinerja, kenapa harus dipertahankan," jelas Budi.
Adapun keenam BUMD yang dimiliki Pemkab Siak diantaranya, Bank Riaukepri, PT Bumi Siak Pusako (BSP), PT Permodalan Siak (Persi), PT Siak Pertambangan Energi (SPE), PT Sarana Pembangunan Siak (SPS) dan PT Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB).
"Bank Riaukepri, PT BSP dan PT Persi masih ada kontribusi PAD tiap tahunnya. Tapi PT SPE, PT SPS dan PT KITB boleh dibilang tak ada. Dan itu sudah berlangsung bertahun-tahun," jelas Budi.
Kendati tidak menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) tiap tahunnya, lanjut Budi, namun PT SPE, PT SPS dan PT KITB memiliki sejumlah anak perusahaan yang memberikan kontribusi. Namun, hasil yang diperoleh hanya sebatas biaya operasional dan gaji karyawan di perusahaan plat merah tersebut.
"Tapi, kontribusi untuk daerah belum maksimal. Bupati harus sikapi dengan bijak. Jangan asal menempatkan orang di BUMD. Harus sesuai dengan kompetensinya. Kalau tak sanggup, ya harus diganti," kata Budi.
Ketua Komisi II DPRD Siak, Sujarwo kepada Gatra.com menyebut, meski rata-rata sudah berumur 11 tahun dan dicekoki modal yang bongsor, BUMD Kabupaten Siak belum bisa menyetor laba yang mumpuni untuk menambah pundi-pundi PAD.
“Sudahlah setoran seret, hampir semua perusahaan ini dirundung masalah. PT Permodalan Siak (Persi) misalnya. Waktu didirikan tahun 2008 lalu, perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan ini dijejali modal Rp27 miliar.
Tapi setorannya ke Pemkab Siak baru pada level Rp1,2 miliar. Itupun hanya di tahun 2019. Sebelumnya malah cuma Rp800 juta pada 2017 dan sekitar Rp1 miliar di tahun 2018,” katanya.
Beberapa tahun terakhir Persi disebut didera ragam masalah, salah satunya adalah urusan sertifikat lahan kebun sawit milik Pemkab Siak yang belum rampung.
"Makanya saya bilang, BUMD ini musti dievaluasi, secepatnya kita akan menggelar pertemuan dengan para pimpin BUMD itu," kata Sujarwo.
Sujarwo juga mengkritisi PT Sarana Pembangunan Siak (SPS), PT Siak Pertambangan Energi (SPE) dan PT Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB).
Dari tiga BUMD ini, tahun 2019 hanya KITB yang setor sekitar Rp250 juta. "Jadi tahun 2020 kita minta SPE dan SPS harus menyetor PAD di atas Rp300 jutaan. KITB dan Persis musti ditingkatkan lagi," kata politis PAN Siak ini.
Sama seperti Persi tadi, Sujarwo menyebut bahwa tiga perusahaan tadi juga dirundung masalah. SPE misalnya, empat tahun kebelakang tidak pernah kebagian proyek. Lalu KITB, sampai saat ini masih berkutat dengan persoalan pembebasan lahan.