Rengat, Gatra.com – Baru hitungan bulan di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, lelaki 43 tahun ini sudah banyak hafal zona-zona sulit di sana. Mulai dari akses masuk ke zona yang sulit, hingga lantaran kawasan itu rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Katakanlah kawasan Rengat, Cenaku, hingga Batang Gangsal yang bergambut. Belum lagi harus ikut menjaga kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh yang meliuk di sana, hingga menghampar ke Kabupaten Tebo Provinsi Jambi.
Untung saja Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi membikin inovasi Dasrboard Lancang Kuning. Modal aplikasi yang kemudian dipakai oleh sejumlah Polda di Indonesia yang wilayahnya rawan karhutla itu, orang nomor satu di Polres Inhu ini tak lagi sulit untuk segera mendeteksi potensi karhutla di wilayahnya.
"Hadirnya inovasi ini tentu musti kami ganjar dengan gimana caranya supaya karhutla di Inhu seminim mungkin. Selain mengandalkan aplikasi tadi, kami juga menggandeng penduduk setempat untuk peduli lingkungan. Pendekatan kepada tokoh-tokoh adat juga kami lakukan," cerita Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Efrizal, saat berbincang dengan Gatra.com, kemarin.
Bagi jebolan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 2000 ini, Inhu menjadi daerah paling unik di Riau. Sebab di bekas Kerajaan Indragiri ini, ada sekitar 18 ribu jiwa --- hasil survey Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) --- orang Talang Mamak yang mendiami kawasan Batang Gangsal, Batang Cenaku dan Rakit Kulim. Rata-rata medan tiga daerah ini tergolong sulit.
Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Inhu tahun ini, tiga kawasan ini menjadi pusat perhatian Efrizal. Ayah dua anak ini ingin, warga Talang Mamak semakin antusias untuk ikut mencoblos.
Itulah makanya Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) yang bertugas di kawasan itu disuruh lebih pro aktif. Lalu personil pilihan juga dia siapkan untuk menjadi petugas pengaman Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan mengawal logistik Pemilu di daerah sulit itu.
"Untuk kesuksesan Pilkada tahun ini, kami membangun komunikasi yang lebih intens dengan Pemerintah Daerah, KPU dan Bawaslu. Nah untuk ke kawasan sulit tadi, kami sudah mempersiapkan enam orang personil pilihan. Mereka ditraining khusus. Sebelum hari ‘H’ mereka sudah musti sampai dilokasi bersama logistik yang dibawa,” ujarnya.
Selain soal daerah sulit tadi, Efrizal juga cerita tentang potensi yang kemungkinan timbul saat Pilkada berlangsung. “Yang patut diantisipasi sekarang bukan zona rawan konfliknya, tapi justru pada tahapan Pilkadanya. Misalnya saat tahapan kampanye, masa tenang hingga hari ‘H’ di TPS. Lantas kawasan perbatasan juga kami pantau ketat. Sebab bisa saja muncul para pemilih bayaran dari wilayah tetangga yang kebetulan tidak menggelar Pilkada," katanya.
Untuk pengamanan Pilkada tahun ini kata Erizal, 370 personil Polres Inhu dikerahkan. Angka ini setara dengan 2/3 dari semua personil yang ada. Lalu ada pula 60 personil BKO Polda Riau dan 30 personil Brimob. "Jadi jumlah semuanya mencapai 460 orang," Efrizal merinci.
Lantaran masih dalam suasana pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), semua personil musti merujuk pada protokol kesehatan. Termasuk juga pada setiap tahapan Pilkada. "Tahun ini benar-benar menjadi beda dibanding tahun sebelumnya. Sebab tahun ini kita musti patuh pada protokol kesehatan. Untuk mensosialisasikan ini, saya bersama pemerintah daerah dan Komandan Kodim Inhu, rutin melakukan sosialisasi ke pasar-pasar tradisional yang ada. Ini pandemi, tentu kita musti bersama mengatasinya," kata Efrizal.
Meski dijejali sederet tugas-tugas tadi, di tugas lain Efrizal tak mau kecolongan. Urusan peredaran narkoba menjadi konsen utamanya juga. Sebab bagi dia, narkoba adalah perusak generasi bangsa yang luar biasa.
Itulah makanya kepada anak buahnya, dia tegas-tegasan bilang; tak ada ampun buat para pengedar narkoba. Sangking seriusnya Efrizal, dia minta setiap Polsek wajib mengungkap dua kasus narkoba tiap bulan. "Ada 10 polsek yang musti menjalankan ini," katanya.
Dua bulan lagi, genap setahun lelaki tinggi tegap ini menjadi Kapolres Inhu. “Enggak terasa meski saya enggak pernah menghitung waktu. Bagi saya yang paling penting itu adalah gimana caranya supaya semua waktu yang saya punya benar-benar bisa saya manfaatkan untuk hal baik di daerah ini. Enggak hanya kepada masyarakatnya, tapi juga pada alamnya. Takdir enggak pernah bisa kita tebak bahwa bisa jadi, ketika saya enggak bertugas di sini lagi, suatu saat saya ke sini. Saya ingin, kelak, kedatangan saya itu adalah kedatangan seseorang yang dianggap keluarga. Itulah yang saya inginkan, dimana pun saya bertugas nanti,” Efrizal berharap.